Indra Tranggono, Pemerhati Kebudayaan
"Ketua Besar” dan ”Bos Besar” sama- sama menyukai ”apel malang” dan ”apel washington” segar. Sesaji itu harus disediakan jika ingin urusan lancar.
Sesaji atau sajen hanya dikenal dalam masyarakat yang memercayai mistikisme, saat makrokosmos ini dikuasai kekuatan besar tak tampak, semacam danyang (makhluk penunggu) dan kaum demit lain.
Simbolisme tak hanya dikenal dalam seni, tetapi juga korupsi. ”apel malang” dan ”apel washington” pada kalimat di atas tidak hadir dalam makna denotatif, tetapi konotatif-simbolis, yakni uang suap dalam bentuk rupiah dan dollar Amerika Serikat. Betapa ”cerdas” aktor-aktor korupsi ini secara semiotik. Mereka mampu menghadirkan praktik korupsi dalam realitas simbolis.
Simbol merupakan kata, tanda, dan isyarat yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain: arti, kualitas, abstraksi, gagasan, dan obyek (Lorens Bagus, 1996). Simbolisme adalah pencapaian tertinggi kebudayaan: sublim dalam makna, gaya, dan pesan.
Simbolisme dalam korupsi, tak ayal membuat kita cemas. Pasalnya, para aktor korupsi telah mengadopsi khazanah budaya untuk mempercanggih praktik korupsi. Bukankah kejahatan paling sempurna adalah kejahatan yang mampu memanipulasi nilai dan makna yang selama ini merupakan wilayah garapan kebudayaan?
Kejahatan sistemis
Ironis dan menakutkan jika nilai dan makna dimonopoli aksi kejahatan. Kejahatan yang berlangsung sistemis (didukung kekuasaan, aparatus, dan uang) memiliki potensi besar untuk................(selengkapnya baca Harian Kompas, Rabu 1 Februari 2012, halaman 6)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.