Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tak Peka Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 10/01/2012, 18:41 WIB
Amanda Putri Nugrahanti

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com — Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang yang memvonis bebas terdakwa kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Tol Semarang-Solo dinilai tidak peka terhadap upaya pemberantasan korupsi. Kapabilitas hakim tipikor juga dipertanyakan dalam menangani kasus korupsi.  

Demikian Yakub Adi Krisanto dari Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Selasa (10/1/2012). Dia menanggapi vonis bebas yang dijatuhkan kepada terdakwa Agus Soekmaniharto di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin kemarin.

Agus didakwa melakukan penyimpangan dana ganti rugi lahan 98 warga Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, senilai Rp 13,2 miliar. Lahan tersebut menjadi pengganti tanah Perhutani dalam proyek Tol Semarang-Solo.

Hakim, kata Yakub, seharusnya tidak semata-mata melihat kasus ini secara normatif. Benar bahwa proses jual beli lahan itu adalah perkara perdata, tetapi ada kerugian negara yang disebabkan oleh proses itu.

Pendapat hakim bahwa Agus bukan pejabat negara yang menyalahgunakan kekuasaan, menurut Yakub, adalah sesat pikir. Sebab, dalam UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan, setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain dan mengakibatkan kerugian negara, termasuk dalam tindak pidana korupsi. Dengan demikian, tidak hanya pejabat negara saja yang bisa dijerat.

"Selain itu, kapabilitas hakim juga patut dipertanyakan. Apakah hakim tidak memiliki rekam jejak menangani kasus korupsi sehingga tidak peka terhadap upaya pemberantasan kasus korupsi?" ujar Yakub.

Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraini dengan hakim anggota Lazuardi Lumban Tobing dan Sinintha Sibarani itu menyatakan, terdakwa tidak terbukti terlibat proses pemindahbukuan rekening warga Jatirunggo. Hakim juga menyatakan, perkara terdakwa adalah persoalan jual beli tanah yang tak terselesaikan sehingga kasus itu termasuk ranah perdata, bukan pidana.

Namun, dalam persidangan itu pula, hakim Sinintha menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), bahwa Agus menerima dana senilai Rp 3,8 miliar yang merupakan uang negara tanpa hak.

Agus terbukti memperkaya diri dan memperkaya orang lain sehingga perbuatannya termasuk kategori perampokan uang negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com