JAKARTA, KOMPAS.com -- Kepolisian didesak segera menetapkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati, sebagai tersangka dalam kasus pemakaian surat palsu Mahkamah Konstitusi. Polisi tak lagi memiliki alasan untuk tidak melakukan hal itu menyusul putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengonfirmasi ada pemalsuan surat.
”Orang yang membuat surat palsu sudah dihukum. Dalam putusan disebut orang yang menggunakannya. Seharusnya ia dikenai sebagai pengguna surat palsu. Tiada alasan untuk tak menetapkan Nurpati sebagai tersangka,” kata Hakim Konstitusi Akil Mochtar, Selasa (3/1), di Jakarta, saat dimintai tanggapan mengenai putusan terkait surat palsu MK.
Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap pun mengatakan, polisi tak punya alasan untuk melindungi Nurpati. Surat palsu MK itu sudah digunakan.
”Jika surat palsu itu tidak dipakai, tindak pidana tidak terjadi dan Masyhuri (Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK) harus bebas. Masyhuri dinyatakan bersalah. Sekarang tinggal mencari penggunanya,” kata Chairuman.
Selasa, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum satu tahun penjara Masyhuri Hasan. Ia dinyatakan terbukti bersalah, yaitu bersama dengan mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesein memalsukan surat MK untuk menjawab pertanyaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009, khususnya Daerah Pemilihan (Dapil) I Sulawesi Selatan. Putusan dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Herdi Agusten.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan, Masyhuri dan Zainal membuat konsep surat jawaban atas pertanyaan KPU pada 14 Agustus 2009. Masyhuri mengetik, Zainal mendikte isi surat yang intinya menyebutkan ada ”penambahan” suara di tiga kabupaten (Gowa, Takalar, dan Jeneponto) Dapil I Sulsel. Kata ”penambahan” itu tak sesuai dengan amar putusan MK dan panitera MK, Pan Mohammad Faiz, sudah mengingatkan, tetapi diabaikan.
Menurut majelis hakim, Masyhuri ditelepon Nurpati dan Nesyawati agar segera mengirimkan jawaban MK itu secepatnya karena akan digunakan dalam rapat pleno pimpinan KPU. Masyhuri mencetak konsep surat itu dan mengirimkannya melalui faksimile ke kantor KPU setelah membubuhi dengan tanda tangan Zainal dengan cara dipindai. Surat yang asli baru dikirimkan pada 17 Agustus 2009, diserahkan kepada staf Nurpati. Konsep surat tertanggal 14 Agustus itu dipakai dalam rapat pleno KPU.
”Saat memimpin rapat, Andi Nurpati membacakan surat nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 dan bukan membacakan surat tertanggal 17 Agustus 2009. Ini menimbulkan hak Dewie Yasin Limpo menjadi anggota DPR,” kata majelis hakim.
Majelis hakim menambahkan, perbuatan Masyhuri itu menimbulkan kerugian bagi kader Partai Gerakan Indonesia Raya, Mestariyani Habie. Masyhuri banding atas vonis itu. (ana/nwo/dik)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.