JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta bijaksana dalam menyikapi insiden kekerasan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Anggota Komisi III DPR asal Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan, harus ada upaya dan inisiatif dari Presiden SBY untuk meminimalkan konflik berdarah, baik antarwarga maupun warga dengan aparat keamanan.
"Presiden SBY tidak boleh minimalis dalam menyikapi konflik berdarah yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini, baik di Papua, Mesuji, maupun terakhir di Bima. Presiden tidak boleh lepas tangan karena alasan otonomi daerah. Sebaliknya, Presiden harus proaktif berkomunikasi dengan kepala-kepala daerah yang menjadi lokasi peristiwa berdarah itu," ujar Bambang kepada Kompas.com, Minggu (25/12/2011) di Jakarta.
Bambang mengatakan, ada keprihatinan yang menyeruak dari berbagai kalangan karena intensitas tindak kekerasan berdarah yang muncul, baik dalam konflik antarwarga, maupun warga versus aparat, cenderung meningkat. Inti keprihatinannya, kata Bambang, selalu saja ada korban tewas, baik karena tindak kekerasan antarwarga, maupun karena bentrok warga dengan aparat.
"Kalau sudah ada korban jiwa yang tewas, persoalan siapa salah siapa benar-bukan lagi yang utama. Persoalan utamanya adalah mengapa nyawa manusia harus dikorbankan, sementara setiap permasalahan bisa diselesaikan melalui dialog, musyawarah, atau proses hukum," kata Bambang.
Oleh karena itu, Bambang berharap, Presiden SBY segera menunjukkan kepeduliannya. Terlebih lagi, menurut dia, rentang waktu antara kekerasan di Papua, Mesuji, dan Bima terbilang pendek.
"Sangat tidak bijaksana jika Presiden minimalis. Rangkaian peristiwa kekerasan berdarah itu barangkali akan menggejala di mana-mana. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden harus merespons gejala negatif itu," ujarnya.
Insiden berdarah di Sape mencuat saat aparat Polres Bima yang didukung Satuan Brimob Polda NTB membubarkan paksa aksi unjuk rasa ribuan warga disertai blokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, NTB, yang telah berlangsung sejak sepekan terakhir ini.
Unjuk rasa itu dilatari penerbitan SK baru bernomor 188/45/357/004/2010 yang berisi pemberian izin kepada PT Sumber Mineral Nusantara (PT SMN) untuk mengeksplorasi lahan di Bima seluas 24.980 hektar. Hal ini memicu kekhawatiran warga bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan PT SMN mengganggu mata pencarian mereka yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan.
Korban tewas dalam insiden itu mencapai tiga orang, sementara puluhan lainnya luka-luka. Tiga korban tewas tersebut adalah dua warga Desa Suni, Kecamatan Lambu, Arif Rahman (18), Syaiful (17), dan Immawan Ashary, kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah NTB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.