Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberitaan Mesuji Upaya Dramatisasi

Kompas.com - 15/12/2011, 12:01 WIB
Irene Sarwindaningrum

Penulis

PALEMBANG, KOMPAS.com — Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Kombes Sabaruddin Ginting mengemukakan, ada upaya dramatisasi dalam pemberitaan pembunuhan di Mesuji. Pemberitaan menggabungkan dua kasus berbeda terkait tempo delicti dan locus delicti serta masyarakat dan perusahaan yang berbeda.

"Tampaknya ada upaya mendramatisasi supaya kasus Lampung terlihat sangat luar biasa dengan menggabung-gabungkan foto dan video perbuatan keji seolah-olah dilakukan petugas Polri. Padahal, untuk kasus Sungai Sodong, tak ada personel Polri yang terlibat," kata Sabaruddin, Kamis, (15/12/2011).

Sebagian video yang ditayangkan bukan terjadi di Lampung, melainkan merupakan rekaman kejadian bentrokan warga Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dengan pihak PT Sumber Wangi Alam (PT SWA) pada 21 April 2011. "Tak ada personel Polri dalam kasus Sodong," kata Sabaruddin.

Saat ini pihak kepolisian menetapkan enam tersangka terkait bentrokan itu. Para tersangka terdiri atas lima pegawai perusahaan dan satu orang dari warga dan mulai disidangkan.

Terkait dengan hal itu, tokoh masyarakat Sungai Sodong, Chichan, mengatakan, pemberitaan di televisi mengandung kesalahan, yaitu penayangan video yang sebenarnya terjadi di Sungai Sodong, Mesuji, Sumatera Selatan, dan bukan di Lampung. Mesuji di Sumatera Selatan dan Mesuji di Lampung sebenarnya merupakan satu wilayah masyarakat yang sama yang terpisah secara administratif.

Di Mesuji terdapat beberapa konflik lahan berbeda dengan perusahaan dan masyarakat yang berbeda. Masyarakat Sungai Sodong berkonflik lahan dengan PT SWA sejak awal 2000.

"Selama ini kami juga mencurigai ada anggota Brimob yang terlibat mengamankan PT SWA. Namun, masyarakat dan petugas saling segan sehingga bentrok bisa dihindari. Bentrokan besar baru April lalu terjadi dengan para preman yang disewa perusahaan," kata Chichan.

Menurut Chichan, munculnya pemberitaan soal konflik lahan diharap dapat menegakkan hukum terkait konflik lahan yang banyak terjadi di wilayah tersebut. Salah satunya dengan menghukum otak pemberi perintah dan bukan orang suruhan saja.

"Selama ini hanya orang suruhan yang diproses hukum. Kami ingin orang yang memerintahkan kekerasan kepada masyarakat juga dijadikan tersangka, bukan orang suruhannya saja, seperti yang terjadi pada kasus bentrok April lalu," tutur Chichan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com