Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reformasi Birokrasi Gagal

Kompas.com - 09/12/2011, 05:03 WIB

Jakarta, Kompas - Pegawai negeri sipil yang berusia muda, tetapi memiliki rekening dana yang tidak wajar dan diduga hasil korupsi adalah bukti kegagalan reformasi birokrasi. PNS muda ini belum menjadi pejabat atau pemimpin proyek sehingga mereka dipastikan tidak mungkin berdiri sendiri.

”Kita belum buka kementerian atau instansi mana yang pegawai negeri sipil (PNS) mudanya itu korup. PNS muda tidak mungkin berdiri sendiri sebab mereka belum mempunyai kekuasaan dan belum menjadi pimpinan proyek. Kewenangan ada di pejabat. Jadi, PNS muda itu mungkin menjadi alat atasannya,” papar Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan di Jakarta, Kamis (8/12).

Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko, Kamis, di Jakarta bahkan menuding birokrasi pemerintah telah berubah menjadi sekolah korupsi. Proses itu berlangsung sistematis dan menghasilkan generasi baru koruptor. Banyaknya PNS berusia muda dengan dana besar di rekeningnya, yang diduga dari hasil korupsi atau penyimpangan, seperti dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menjadi bukti birokrasi menjadi tempat reproduksi koruptor itu. Hal ini sekaligus menunjukkan reformasi birokrasi gagal.

”Sistem yang tercipta membuat orang menjadi korupsi. PNS yang muda ini kira-kira 10 tahun lalu masih mahasiswa. Jangan-jangan mereka juga ikut demonstrasi antikorupsi waktu itu, tetapi dengan cepat mereka belajar, beradaptasi, untuk mengeruk duit dalam jumlah besar dan lebih gila lagi korupsinya. Itu yang terjadi,” ungkap Danang. ”Birokrasi menjadi habitus korupsi.”

Sepanjang pejabat senior yang korup masih bercokol, meski ada perekrutan PNS yang profesional, kata Yuna, PNS yang muda akan terkontaminasi. ”Akhir tahun banyak proyek yang harus dibayar, tetapi kas ditutup. Agar uang tak kembali ke kas negara, dana ditampung di rekening PNS muda. Kalau di rekening pejabat akan menjadi sorotan. Atasan mereka pasti tahu, seperti perkara Gayus HP Tambunan (mantan pegawai pajak),” kata Yuna.

Harus ada pembuktian terbalik harta birokrat. Kalau tidak bisa membuktikan dari mana asal kekayaannya, kata Yuna, dia harus dibersihkan. Jika tak dibersihkan, mereka akan menularkan hal negatif kepada yang muda.

Saat ini adalah momen yang tepat bagi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memangkas PNS karena ada kebijakan moratorium (penghentian sementara) perekrutan PNS. ”Sekarang ada 4,7 juta PNS, dan 800.000 orang akan dipangkas. Pemangkasan harus diprioritaskan untuk PNS yang memiliki harta yang tidak wajar dan tidak bisa membuktikan asal harta itu,” katanya.

Danang mengakui, PNS muda belajar korupsi melalui birokrasi yang mereka masuki. Mereka bisa menginternalisasi korupsi di dalam dan juga belajar lebih cepat dan mengumpulkan korupsinya lebih besar lagi.

Menurut Danang, reformasi birokrasi bisa dianggap gagal dengan fakta banyaknya PNS muda yang terlacak PPATK memiliki rekening miliaran rupiah. Reformasi birokrasi yang disamakan dengan perbaikan kesejahteraan, kenaikan remunerasi, ternyata tidak membuat korupsi di birokrasi berkurang. Uang bukan hanya faktor untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan juga memperlancar karier dan jabatannya.

Selain itu, dia melihat banyaknya PNS muda dengan rekening miliaran rupiah karena fungsi pengawasan internal birokrasi tak jalan. Badan pengawasan dan inspektorat tak memiliki metodologi dan sistem peringatan dini untuk mendeteksi PNS, apalagi yang muda, korup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com