JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2011-2015 terpilih, Zulkarnain kembali mengklarifikasi soal surat penghentian penyidikan (SP3) kasus lumpur Lapindo yang diterbitkan saat dia menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Menurut Zulkarnain, selama menjabat Kejati Jatim 2008-2009, dirinya tidak pernah menerbitkan SP3. "Tidak mungkin penyidiknya polisi, yang hentikan jaksa. Dia (polisi) yang sidik, dia (polisi) yang punya kewenangan (SP3) itu," kata Zulkarnain di Jakarta, Minggu (4/12/2011).
Lebih jauh dia menjelaskan, perkara Lapindo sudah ditangani Kejati Jatim sejak 2006, saat Zulkarnain belum menjabat. Saat itu, perkara tersebut bukan masuk dalam kasus dugaan korupsi. "Bukan korupsi dugaannya.Waktu saya di Jatim, pidsus (pidana khusus), ini berkas bolak-balik, P19. Waktu saya di Jatim, di 2009, berkas ini kembali," tuturnya.
Saat berkas dikembalikan ke Kejati, Zulkarnain mengaku sempat meminta agar perkara itu diekspose. Namun, kasus Lapindo ini rupanya sudah diekspose lebih dulu oleh Kejaksaan Agung yang meminta Polda Jatim untuk melengkapi berkasnya. Kemudian, karena pihak Kepolisian tidak juga dapat melengkapi alat bukti, lanjut Zulkarnain, penyidikan perkara kasus Lapindo tersebut terpaksa dihentikan. "Mungkin dia (polisi) kesulitan mendapatkan ahli, jadi dihentikan, itu yang terjadi," katanya.
Zulkarnain menambahkan, selama ini ada salah persepsi di masyarakat soal SP3 perkara Lapindo tersebut. Hal yang harus diluruskan, katanya, SP3 perkara Lapindo di tingkat penyidikan sebenarnya lebih baik ketimbang harus memaksakan kasus masuk ke pengadilan tanpa alat bukti yang cukup. "Kalau keadaan demikian, penyidikan saja tidak cukup, kita paksakan, orang bebas, bermasalah besar, bahaya lagi buat aparat. Kalau penghentian, Masih bisa dibuka lagi," ungkapnya.
Lagipula, lanjut Zulkarnain, para korban lumpur Lapindo sudah mendapatkan ganti rugi yang setimpal. "Terhadap korban sudah diberikan ganti rugi. Pembayaran ganti rugi sampai empat kali NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), ini tidak normal, perdatanya sudah jalan dengan negosiasi, kok kita kesampingkan hal demikian? Itu tidak fair," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.