Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Baru Harus Telusuri Aliran Dana Nazaruddin

Kompas.com - 02/12/2011, 19:54 WIB
Ferry Santoso

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru harus menelusuri aliran uang mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang diduga berasal dari tindak pidana suap. Aliran uang itu harus dilacak, karena diduga terkait dengan kasus dugaan pidana pencucian uang.

Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang, Yenti Garnasih, di Jakarta, Jumat (2/12/2011). "Kasus-kasus besar harus diselesaikan pimpinan KPK yang baru," kata Yenti.

Yenti mencontohkan, Nazarudin dituduh menerima suap. "Kemana aliran dananya. Dakwaannya buruk sekali," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Yenti, KPK tetap harus mengusut dan menelusuri aliran uang. Penyidik dapat saja meminta keterangan sopir pengantar uang, yang diduga dari tindak pidana korupsi untuk kongres Partai Demokrat.

Seperti diberitakan, Ketua Komite Etik KPK, Abdullah Hehamahua, mengutarakan sejumlah fakta hasil pemeriksaan mereka. Di antaranya pengakuan Yulianis, mantan anak buah Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.

Abdullah menuturkan, Yulianis mengakui adanya aliran uang untuk kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, tahun lalu. Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, juga mengakuinya. Namun jumlah yang diakui keduanya berbeda.

"Yulianis bilang uang perusahaan yang dibawa ke Bandung itu Rp 30 miliar, tunai. Dari perusahaan 3 juta dollar AS dan dari sponsor 2 juta dollar AS. Nazaruddin menuturkan uang yang dibawa ke Bandung Rp 50 miliar dan 7 juta dollar AS. Nazaruddin mengakui yang mengetahui keuangan itu Yulianis," kata Abdullah di kantor KPK, Jakarta (Kompas, 13/9).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com