JAKARTA, KOMPAS.com - Bambang Widjojanto, Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan menolak tekanan dari politisi di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di partai politik dalam pengambilan keputusan jika menjadi pimpinan KPK nantinya. Bambang menyampaikan pengakuan itu ketika fit and propert test Capim KPK di Komisi III DPR, Kamis (1/12/2011).
Awalnya, Bambang dimintai tanggapan oleh Benny K Harman, Ketua Komisi III, mengenai berbagai situasi yang mungkin terjadi nantinya. Benny memberi contoh tekanan dari DPR dan parpol agar menetapkan tersangka seseorang. "Apakah menolak?" tanya Benny.
Bambang menjawab, dirinya tetap akan berpegang pada Pasal 44 ayat 2 UU Nomor 30/2002 tentang KPK bahwa penetapan tersangka jika memiliki dua alat bukti. "Jadi bukan karena tekanan," kata dia.
Dilema kedua, ada kasus korupsi dengan nilai kerugian negara dan dampaknya yang sangat besar serta masif. Namun, jika kasus itu diusut akan mengganggu stabilitas negara. "Apakah Capim akan menggunakan prinsip kemanfaatan dalam tangani kasus korupsi?" tanya Benny.
Menurut Bambang, untuk itu lah pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Dia akan meminta masukan dari empat pimpinan lain terlebih dulu. "Asas kemanfaatan itu jadi salah satu pertimbangan untuk memutuskan," katanya.
Dilema ketiga, empat pimpinan KPK merupakan titipan parpol. Bambang satu-satunya pimpinan yang bukan kaki tangan parpol. Ketika ada suatu kasus yang menyangkut parpol, empat pimpinan mendorong agar kasus itu tidak diproses meskipun alat bukti cukup.
"Sesuai KUHAP, Mas Bambang katakan harus diproses. Ketika divoting, Mas Bambang kalah. Jadi kezaliman kolektif menang atas kebenaran. Apa sikap Mas Bambang ketika hadapi dilema itu?" tanya Ketua DPP Bidang Hukum Partai Demokrat itu.
Mengatasi dilema itu, Bambang mengaku akan terus berusaha untuk meyakinkan empat pimpinan lain agar memproses kasus itu. Jika gagal, dia akan menyampaikan disentting opinion atas keputusan pimpinan.
"Itu jadi bagian dari menjaga kehormatan dan pertanggungjawaban moral. Saya tetap akan tunduk kalau saya divoting kalah," ucapnya.
Kondisi terakhir, Benny menilai pimpinan KPK saat ini lebih menggunakan pendekatan hukum progresif dengan mengesampingkan hukum jika dianggap tidak adil dalam penanganan kasus korupsi. "Apakah pak Bambang nantinya juga menggunakan pendekatan itu?" tanya Benny.
Bambang menjawab, harus ada kombinasi rasa keadilan antara korban dan pelaku. "Harusnya keadilan progresif itu diletakkan secara seimbang, tidak membabi buta," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.