JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai dari pusat hingga kabupaten perlu mengubah total perspektifnya dalam melihat Papua. Pemerintah harus mampu keluar dari jebakan simbol dan paradigma separatisme dan secara realistis memahami persoalan Papua.
Demikian diungkapkan peneliti LIPI Muridan Widjojo dalam seminar bertajuk "Dialog untuk Memutus Siklus Konflik dan Kekerasan di Papua" yang berlangsung di Pusat Studi Jepang UI, Depok, Selasa (29/11/2011). Paradigma separatisme dan pendekatan keamanan yang sering dipakai oleh pemerintah, menurut Muridan, harus diubah ke paradigma perdamaian dan keadilan dengan pendekatan dialog.
"Nilai ke-Indonesiaan di Papua harus dibangun dengan kebijakan konkret langsung menyentuh akar persoalan yang nyata. Nasionalisme Indonesia orang Papua bisa dibangun melalui perbaikan kebijakan yang hasilnya secara konkret dapat dinikmati oleh orang asli Papua," ujar Muridan.
Dikatakan, salah satu contoh langkah konkret perubahan perspektif pandangan tersebut yakni mengenai simbol-simbol perlawanan orang Papua. Dengan adanya pergeseran paradigma tersebut, Muridan mengharapkan, kebijakan pemerintah akan lebih akomodatif dan toleran terhadap perlawanan simbolis rakyat Papua.
"Simbol-simbol perlawanan tersebut seharusnya dapat diadopsi sebagai simbol baru Papua dan dianggap menjadi bagian dari simbol identitas Indonesia," kata Muridan.
Ia menjelaskan, selama ini definisi ke-Indonesiaan pada praktiknya direduksi hanya pada batas ritual-ritual kenegaraan dan penghotmatan berlebih pada simbol kenegaraan. Menjaga integritas NKRI terkadan selalu diidentikan dengan menjaga secara membabi buta simbol-simbol kenegaraan.
"Lihat saja, bagaimana aparat keamanan sangat reaktif terhadap pengibaran bendera Bintang Kejora. Untuk menghentikan kegiatan itu dikerahkan pasukan keamanan dalam jumlah besar. Pasal makar 106 KUHP tanpa ragu dipakai, dan seorang dapat dihukum 15 tahun karenanya. Seakan-akan pengibaran bendera mengancam integritas NKRI. Sedangkan kalau kemiskinan itu didiamkan saja," ucapnya.
Muridan menilai, vonis berat dan penanganan berlebihan itu tidak akan membuat orang Papua berhenti mengibarkan bintang kejora atau berteriak merdeka. Menurutnya, hasil dari kebijakan tersebut justru menghasilkan tuduhan pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi dan bentuk pelanggaran HAM lainnya.
"Karena itu, perubahan perspektif itu sangat penting, karena konflik kekerasan dan ketegangan yang diakibatkan oleh permainan simbol itu dapat diselesaikan, dan sumber daya yang ada baik yang dimiliki pemerintah dan rakyat Papua dapat diarahkan pada penyelesaian masalah yang konkret dan nyata yang dirasakan oleh rakyat Papua," kata Muridan.
Dengan merasakan perbaikan-perbaikan nyata tersebut, menurut Muridan, citra positif Indonesia dengan sendirinya akan terbangun. Dengan citra itu, tanpa direkayasa rakyat Papua akan dengan sendirinya menghormati dan mengakui simbol-simbol kedaulatan RI seperti merah putih dan garuda pancasila.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.