Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Audit Jumlah Aparat TNI/Polri

Kompas.com - 29/11/2011, 02:45 WIB

Jakarta, Kompas - Jumlah dan penyebaran aparat TNI/Polri di Papua harus diaudit sebagai langkah awal dihentikannya kekerasan yang merupakan prakondisi dari dialog. Dialog dengan masyarakat Papua harus memperhatikan kultur dan nilai-nilai lokal Papua.

Hal itu mengemuka dalam konferensi pers Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Papua, Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) Papua, dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Jakarta, Senin (28/11).

Syamsul Alam dari Kontras mengemukakan, kalau jumlah aparat TNI/Polri di Papua jauh di atas normal gelar pasukan, berarti TNI dan Polri melakukan tindakan ilegal. Pasalnya, hanya presiden, dengan persetujuan DPR, yang bisa mengirimkan pasukan ke Papua untuk kepentingan khusus.

Pentingnya audit gelar pasukan TNI/Polri ini terkait maraknya kekerasan yang dilakukan kedua institusi itu. Hampir setiap minggu ada korban. Insiden terakhir, saat Kongres Rakyat Papua III pada 19 Oktober 2011 di Lapangan Zakeus, Abepura, tiga orang tewas dan puluhan luka.

Dalam laporan ”Tragedi Lapangan Zakeus”, yang disampaikan PGI dan Elsam Papua, disebutkan, peristiwa tersebut merupakan bentuk penyerbuan brutal aparat kepolisian dan TNI terhadap rakyat Papua yang menyelenggarakan kegiatan politik secara damai. Atas peristiwa tersebut, Daniel Randongkir dari Elsam Papua mengatakan, Komnas HAM harus membentuk komisi penyelidikan pelanggaran HAM pada peristiwa tersebut.

Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengatakan, tiga korban tewas di sekitar lokasi kongres ditemukan pada 20 Oktober 2011. ”Ini kasus tersendiri. Kami sedang melacak pelakunya,” katanya.

Antie Solaiman dari Pusat Studi Papua Universitas Kristen Indonesia menyepakati perlunya audit militer dan penarikan pasukan non-organik dari Papua. Pasalnya, untuk bisa berdialog, kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah pusat harus direbut dulu. Selama ini, kepercayaan itu hilang karena maraknya aksi kekerasan dan pembunuhan yang tidak pernah diusut dengan jelas dan diadili dengan proporsional.

Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom berharap dialog Jakarta-Papua tidak menjadi pencitraan baru oleh pemerintah. Oleh karena itu, arah dialog harus jelas. Ada empat persoalan mendasar di Papua, yaitu diskriminasi dan marjinalisasi, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, kegagalan strategi pembangunan, serta kontradiksi politik terkait sejarah Papua.

Secara terpisah, mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan, masalah utama di Papua adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan warga. (edn/fer/bil/ina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com