JAKARTA, KOMPAS.com - Pengerahan hingga penggunaan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Papua selama ini dinilai melanggar UU nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasalnya, tidak jelas dasar kebijakan pengerahan pasukan itu.
Penilaian tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) TB Hasanuddin seusai rapat dengar pendapat dengan Komnas HAM dan Kontras di Komplek DPR, Rabu (16/11/2011). Hasanuddin menjelaskan, Pasal 3 ayat 1 UU TNI menyatakan, bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Pasal 5 menyatakan, TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan keputusan politik.
Adapun Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2008 tentang kebijakan umum pertahanan negara juga mengatur pengerahan kekuatan TNI untuk Operasi Militer Selain Perang dilaksanakan berdasarkan keputusan politik pemerintah. Hasanuddin mengatakan, selama ini tidak ada keputusan politik yang diambil pemerintah berdasarkan kesepakatan dengan DPR.
"(Pengerahan pasukan) hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan intelijen dari para Panglima Kodam di sana. Jadi, kalau tambah pasukan hanya menelepon panglima TNI, nanti Panglima TNI perintahkan kirim ke sana," kata dia.
Selama ini, lanjut Hasanuddin, pemerintah selalu berdalih tidak ada operasi militer di Papua, atau hanya operasi bantuan kepada Pemda. Namun, Hasanuddin meyakini langkah-langkah TNI selama ini adalah operasi militer.
"Kalau ada orang terbunuh dalam sebuah patroli, itu kan operasi militer," ucapnya.
Politisi PDI-P itu menambahkan, DPR, khususnya Komisi I, juga tak pernah menerima laporan tentang jumlah pasukan dan biaya penggunaan kekuatan TNI di Papua.
Koordinator Kontras Haris Azhar meminta Komisi I melakukan pengawasan ketat setiap agenda pengerahan pasukan di wilayah-wilayah rentan konflik seperti di Papua. Selain itu, Kontras meminta dilakukan evaluasi sistem keamanan di Papua.
"Apa yang perlu ditingkatkan di Papua, apakah profesionalitas aparat, menambah pasukan, senjata, jam operasi, atau intensitas berhubungan dengan masyarakat," kata Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.