Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Papua, Freeport, dan Renegosiasi

Kompas.com - 14/11/2011, 04:37 WIB

OLEH HARRY TJAN SILALAHI

Dengan kemelut di Papua, mulai bermunculan pembahasan tentang kehadiran Freeport di Indonesia. Pemicu kemelut adalah tingkat upah buruh Freeport yang dirasa terlampau rendah.

”Para buruh itu mengetahui dengan persis berapa pendapatan PT Freeport Indonesia (PT FI),” kata Ruben Magai, Ketua Komisi A DPRD, yang menyerukan supaya Freeport membuka diri.

Menurut ukuran tingkat upah buruh di Indonesia pada umumnya, yang dituntut oleh buruh Freeport memang tinggi, yaitu 7,5 dollar AS per jam dari yang sekarang sekitar 3 dollar AS per jam. Namun, mereka tahu upah buruh Freeport di Amerika Serikat sendiri 66,43 dollar AS per jam.

Campur aduk

Kemelut menjadi campur aduk antara kepentingan ekonomi dengan Organisasi Papua Merdeka dan otonomi khusus yang tidak beres keuangannya. Apalagi setelah dibicarakan bahwa TNI dan Polri memperoleh ”uang makan” dari PT FI. Kontrak dengan PT FI ditandatangani sejak 1967, menyusul konferensi di Geneva, November 1967, yang oleh John Pilger digambarkan dalam buku The New Rulers of the World.

Antara lain dikatakan, ”Dalam bulan November 1967, menyusul diperolehnya ’hadiah terbesar’ (baca: Surutnya Bung Karno), hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Geneva yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya terdiri dari para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili: perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah

orang-orang Soeharto yang oleh Rockefeller disebut ’ekonom-ekonom Indonesia yang top’.”

”Freeport mendapatkan bukit dengan tembaga di Papua Barat. Sebuah konsorsium Eropa mendapatkan nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapatkan bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan Perancis mendapatkan hutan-hutan tropis di Sumatera, Papua Barat, dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat para investor ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”

Eksploitasi tembaga, emas, dan mineral lainnya oleh PT FI didasarkan pada sejumlah regulasi, antara lain kontrak karya generasi pertama yang ditandatangani 7 April 1967, Keppres No 82/EK/KEP/4/ 1967, UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, pembaruan KK tahap II di tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, dan surat BKPM Nomor 415/A.6/1997.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com