Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI Kembali Diduga Lakukan Kekerasan di Papua

Kompas.com - 05/11/2011, 19:25 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 12 warga Kampung Umpagalo, Distrik Kurukulu, Jayawijaya, Papua diduga kembali menjadi korban kekerasan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI). Anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Oktovianus Pogau mengatakan, berdasarkan keterangan para korban dan saksi, aksi kekerasan itu dilakukan anggota TNI dari Pos Kurukulu Batalyon 759.

"Kekerasan itu terjadi pada Selasa 2 November kemarin. Dan dengan adanya peristiwa itu menunjukan kekerasan bagi warga sipil di Papua yang dilakukan anggota TNI masih sering terjadi sampai saat ini," ujar Oktovianus saat melakukan konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta, Sabtu (5/11/2011).

Oktovianus menceritakan, kasus kekerasan itu bermula ketika 12 korban, yang terdiri dari tiga orang anggota KNPB Wamena, dan sembilan masyarakat sipil melakukan kegiatan membahas Konferensi Parlemen Rakyat Daerah. Ketika itu, menurut Okto, salah satu anggota Barisan Merah Putih (BMP) memprovokasi kegiatan tersebut sebagai tempat perkumpulan OPM.

"Sekitar pukul 23.00 WPB, di bawah komando Dandramil Kurukulu, anggota TNI lalu melakukan penangkapan dan penyisiran. Padahal yang berada saat itu bukan OPM, mereka hanya warga sipil. Ada beberapa petani dan buruh. Tanpa tanya apa-apa, anggota TNI itu langsung menangkap 12 orang," kata Okto.

Okto menuturkan, sesudah ditangkap, 12 warga tersebut kemudian dibawa menuju Pos TNI Batalyon 756 Kurukulu, Cabang Wim Anesili Wamena. Menurutnya, dalam pos itu, 12 warga tersebut diperlakukan secara tidak manusiawi oleh aparat TNI.

"Korban mengatakan mereka dipukul pake kayu balok, dicaci maki, diancam dengan senjata laras panjang dan selama satu jam direndam dalam air. Aksi kekerasan itu dilakukan cukup lama, hingga pukul 03.00 pagi WPB," ungkap Okto.

Setelah terjadi peristiwa kekerasan tersebut, kata Okto, beberapa anggota KNPB sempat mengadukan kasus tersebut ke Polsek Kurulu. Namun, lanjut Okto, laporan itu ditolak dengan alasan tidak ada bukti-bukti yang jelas untuk memperkuat dugaan kekerasan tersebut.

"Kami memandang, semestinya jika alat bukti dirasa kurang kuat, adalah tugas dari kepolisian, khususnya Polsek Kurulu untuk melakukan penyidikan lebih mendalam, bukannya menolak. Mereka sama sekali tidak mengindahkan laporan kami. Dan dalam waktu dekat ini pihak korban akan ajukan kasus ini ke Pengadilan Negeri Wamena, Papua," kata Okto.

Okto mengatakan, dengan adanya peristiwa tersebut, menunjukkan akar persoalan penyebab kekerasan di Papua tetap sama, yaitu stigma OPM dan separatisme yang sudah sangat masif terhadap warga di seluruh Papua. Ia menilai, stigma-stigma tersebut harus segera dihilangkan, dan pendekatan persuasif harus tetap dikedepankan dalam mengatasi berbagai permasalan di Papua.

"Untuk kasus ini, kami mendesak agar Kepolisian RI segera membentuk tim penyidik yang terbuka dan bekerja sama dengan Komnas HAM, dan Kompolnas. Panglima TNI juga harus kooperatif terhadap segala upaya hukum bagi anggotanya yang diduga kuat melakukan penyiksaan di Papua,"kata Oktovianus Pogau.

Dalam berita sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution di Jakarta, Jumat (4/11/2011) mengatakan, Polri berjanji akan menindak jika ada oknum yang salah. "Kalau ada yang salah, kami tindak. Ada wadah pemeriksaan internal Polri," kata Saud Usman menanggapi hasil sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com