JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta agar pemerintah segera mengevalusi sistem pengamanan di Papua. Hal tersebut disampaikan Koordinator Kontras Haris Azhar terkait adanya dana pengamanan dari PT Freeport untuk TNI-Polri yang bertugas di daerah tersebut.
"Pemerintah harus mengevaluasi sistem pengamanan di Papua, termasuk juga di manajemen PT Freeport itu sendiri. Adanya dana itu otomatis akan ada kesan kedekatan tertentu dalam tanda petik, antara polisi dan manajemen Freeport," ujar Haris di Jakarta, Jumat (28/10/2011).
Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo membenarkan bahwa anggota kepolisian di Papua memang menerima dana dari PT Freeport. Dana dari PT Freeport diterima sebagai uang saku tambahan karena situasi yang sulit di wilayah konflik tersebut.
Namun, berbeda dengan Kepala Polri, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan, tidak ada anggotanya yang menerima dana dari perusahaan tersebut. Menurut Haris, jika dana tersebut disebut sebagai upah dan tambahan karena kondisi daerah yang sulit, maka hal itu justru akan menimbulkan pertanyaan besar dari publik.
"Apakah negara ini tidak memberikan upah? Kalau dibilang tambahan, lalu remunerasi yang kemarin diberikan itu untuk apa? Kan seharusnya negara ketika memutuskan itu, konsekuensi rasionalnya adalah memberikan peralatan tambahan di sana," kata Haris.
Haris mengatakan, jika ingin kondisi di Papua tetap kondusif, maka kasus tersebut harus segera dituntaskan oleh pemerintah. Menurut Haris, saat ini sudah banyak argumentasi di kalangan karyawan PT Freeport terkait kasus tersebut.
"Ini karena ada uang dengan jumlah besar berkeliaran di manajemen Freeport ke aparat keamanan, sementara mereka (karyawan) sendiri meminta gaji sebesar 7,5 dollar AS saja susah. Negara juga tidak membela," tuturnya.
Haris menambahkan, banyaknya kasus yang terjadi antara PT Freeport dan masyarakat Papua juga perlu dijadikan pertimbangan dalam mengevaluasi perusahaan tersebut. Ia menilai, kredibilitas Polri dan TNI akan dipertaruhkan jika kasus pemberian dana tersebut tidak segera diselesaikan.
"Kalau misalnya TNI-Polri bilang operasional Freeport itu penting, kita lihat jumlah keuntungan dari perusahaan itu cuma 11 persen. Namun lihat juga kepentingan karyawan dan warga Papua di sana yang berjumlah sekitar 22.000 orang. Jadi, kalau cuma menyelamatkan 11 persen, tetapi rumah tangga 22.000 orang ini jadi rentan, kan akan menjadi tidak penting juga kalau polisi dan TNI terlalu membela Freeport. Di sinilah kredibiltas aparat kemanan kita dipertaruhkan," ungkap Haris.
Terungkapnya pemberian dana ini berawal ketika anggota Komisi I DPR Fraksi PKB, Lily Chadijah Wahid, mensinyalir Polri dan TNI mendapat kucuran dana senilai 14 juta dollar AS dari PT Freeport untuk mengamankan aset perusahaan asing tersebut. Lily menganggap adanya penerimaan dana tersebut mengakibatkan TNI-Polri tidak membela masyarakat Papua, tetapi bertindak keras terhadap mereka dan mendukung PT Freeport.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.