JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Efenddi Choirie mengatakan, pemerintah harus serius menjalankan Undang-Undang No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Menurut Choirie, apa yang dilakukan oleh masyarakat Papua untuk merdeka, merupakan bentuk protes kepada pemerintah pusat yang terkesan tidak serius menjalankan UU tersebut.
"UU Otsus itu sebetulnya adalah kompromi dan kristalisasi dari sebuah masalah besar, kemudian dirumuskan menjadi UU, dan menjadi solusi. Dan itu harus dilakukan, tapi tidak dilakukan. Kita menyesal kepada pemerintah pusat ini," ujar Choirie di Warung Daun, Jakarta, Kamis (20/10/2011).
Ia diminta tanggapannya mengenai konflik setelah adanya Kongres Rakyat Papua (KRP) III, Rabu kemarin. Choirie yang biasa disapa Gus Choi ini menilai, jika otsus tersebut dilakukan secara sempurna oleh pemerintah, tidak akan terjadi gejolak di Papua.
Menurutnya, pendekatan dalam UU otsus tersebut saat ini terkesan dilakukan secara security, bukan melalui pendekatan komprehensif dalam bidang kesejahteraan, hak asasi manusia, hak perempuan, dan masyarakat Papua.
"Mulai dari zaman Megawati hingga SBY memang tidak mau melaksanakan itu. Karena itu, kalau pemerintah pusat tidak mau merealisasikan UU tersebut, maka wajar kalau mereka protes, dan mengibarkan bendera. Karena pemerintah pusat tak kunjung merealisasikan UU otsus itu," kata Gus Choi.
Dikatakannya, saat ini pemikiran pemerintah, khususnya militer mengenai adanya otsus tersebut terbatas. Ia menilai, saat ini banyak pemikiran yang menganggap dengan adanya Otsus tersebut, Papua akan dapat memerdekakan diri dari Indonesia.
"Padahal UU otsus itu dibuat agar mereka tetap bergabung kepada NKRI, karena kepentingannya dilayani. Sebetulnya di situ. Dan pikiran teman-teman di DPR dulu, dengan otsus itu, adalah solusi yang bertujuan agar mereka tetap bergabung dengan NKRI," kata Gus Choi.
Kongres Rakyat Papua digelar sejak Senin dan diikuti sekitar 4.000 orang dari beberapa wilayah Papua. Pada hari ketiga dibahas antara lain hasil rapat komisi dan pemilihan pemimpin. Terpilih saat itu adalah Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut sebagai presiden dan Edison Waromi dari West Papua National Authority sebagai perdana menteri.
Forkorus lalu mendeklarasikan hasil kongres, antara lain pembentukan Negara Federasi Papua Barat dengan lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua " dan Bintang Fajar sebagai bendera nasional.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.