Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesalahan yang Dilakukan Nasabah Asuransi

Kompas.com - 18/10/2011, 08:15 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — CEO TGRM Financial Planning Services Taufik  Gumulya menyebutkan, kebanyakan nasabah salah dalam memilik produk asuransi jiwa. Bahkan, perencana keuangan pun bisa salah dalam memilihkan produk mana yang tepat bagi nasabah yang memakai jasanya.

Menurut Taufik, produk asuransi jiwa tradisional atau bukan unit-linked, ada premi yang dibayar secara flat (jumlah yang tetap). "Lima tahun flat, dengan uang pertanggungan (misalnya) Rp 1 miliar. Terus, tahun keenam  baru dia naik sedikit. (Kemudian) flat lagi selama 5 tahun dan  seterusnya," sebut Taufik kepada Kompas.com, di Jakarta.

Padahal, lanjut dia, produk asuransi dengan pembayaran premi yang bagus itu dengan kenaikan premi tiap tahun atau dikenal dengan produk asuransi  tradisional dengan jenis YRT (Yearly Renewable Term). "Itu (premi) lebih  bagus dia (awalnya) rendah, tiap tahun naik, naik, dan sebagainya,  daripada yang flat itu," tegas dia. Inilah kesalahan dari pemilihan  produk yang sering kali dilakukan oleh nasabah, khususnya untuk produk  asuransi jiwa tradisional.

Ia pun mengibaratkan hal ini laiknya dengan pedagang dan pembeli pada umumnya. Kalau pedagangnya pintar, pembeli akan mengeluarkan uang banyak. "Tapi, kalau pembelinya pintar, pedagang untungnya sedikit," ungkap dia.

Mengapa sering kali nasabah bisa salah? Ini karena banyak penjualan produk asuransi kebanyakan dilakukan berdasarkan relasi. "Sebanyak 60 persen  produk asuransi dijual dari hubungan entah dia teman, dia saudara, entah  dia pacar. (Sedangkan) 20 persen itu adalah nama besar perusahaan, (dan)  20 persen adalah knowledge (pengetahuan) mengenai produknya itu sendiri,"  ujar Taufik yang mengutip hasil survei sebuah badan asuransi.

Oleh sebab itu, ia pun berharap nasabah bisa hati-hati terkait pemilihan  produk. Ini karena keluarga atau ahli warislah yang menerima manfaat dari  asuransi jiwa seorang nasabah.

Kesalahan lainnya, lanjut Taufik, yang sering kali dialami nasabah adalah produk asuransi yang terhubung dengan dengan kartu kredit. Biasanya, penawaran produk asuransi ini melalui telemarketing. "Anda punya kartu  kredit sering ditelepon, (seperti ini) Bu, track record kartu kreditnya bagus. (Produk asuransi) ini sebulan cuma iuran Rp 10.000 atau Rp 20.000. Nanti, kalau Anda meninggal, maaf, keluarga dapat Rp 25 juta. Atau nggak, utang kartu kreditnya dihapus," ungkap dia menirukan penawaran  pemasar dari agen asuransi yang bekerja sama dengan perusahaan kartu kredit.

Biasanya, penawaran dengan cara seperti ini terbilang cepat prosesnya. Begitu nasabah pemegang kartu kredit menjawab "ya", maka agen akan  merekam semua percakapan dan polis pun segera dikirim. Tapi, sering kali  masalahnya adalah nasabah sulit melakukan klaim. "Tapi, pada saat klaim,  fakta dari klien saya susah sekali. Bahkan, ahli waris almarhum masih dikejar oleh debt collector," sebut dia.

Menurut Taufik, itu bisa disebabkan collection departement yang bertugas untuk menagih, antara perusahaan asuransi dan kartu kredit, tidak saling terhubung. Sebagai nasihat, ia menyarankan nasabah membeli produk asuransi yang terpisah. "(Misalkan mau beli produk asuransi) untuk  kematian, ya kematianlah. Itu lebih safe dan lebih gampang klaimnya daripada yang link dengan kartu kredit," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com