Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haris: Bentuk Pemerintahan Darurat Transisi

Kompas.com - 16/10/2011, 23:14 WIB
Khaerudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini, dinilai gagal menjalankan amanat rakyat.

Pemerintah menghadapi segudang masalah yang tak terselesaikan, mulai dari korupsi anggaran yang tak pernah tuntas, pencaplokan wilayah oleh Malaysia, hukuman mati tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, hingga terbunuhnya buruh PT Freeport Indonesia yang tengah berunjuk rasa.

Koordinator Petisi 28, Haris Rusly Moti, dalam diskusi di Doekoen Cafe, Jakarta, Minggu (16/10/2011), mengatakan, rakyat saat ini harus segera membentuk pemerintahan darurat sebagai transisi, karena pemerintah pimpinan Presiden Yudhoyono telah gagal mengemban amanat rakyat.

"Rakyat harus segera bersatu, karena pemerintah saat ini terbukti gagal. Rakyat harus mengantisipasi darurat negara dengan membentuk pemerintahan sementara," kata Haris.

Menurut Haris, sejumlah masalah seharusnya bisa membuat rakyat bergerak untuk membentuk pemerintahan transisi. Dia mencontohkan, "Korupsi yang terjadi saat ini tak bisa dihentikan pemerintah. Belum lagi pencaplokan wilayah oleh Malaysia, pemancungan TKI, dan pembunuhan terhadap buruh PT Freeport."

Pembicara diskusi lainnya, Anggota Dewan Penasehat Partai Gerindra, Permadi, mengatakan, dirinya sudah lama menunggu mahasiswa dan pemuda menggerakkan revolusi saat pemerintah tak mengemban amanat rakyat.

"Saya sering mengejek Haris, karena tidak tahu kapan pemuda mau bergerak. Sekarang saya puji Haris, karena mulai berani bergerak untuk revolusi di negeri ini," kata Permadi.

Permadi mengatakan, dalam waktu dekat, dia bersama sejumlah komponen seperti pensiunan TNI, mahasiswa bahkan elemen gerakan Islam yang dianggap radikal, akan turun ke jalan mengepung gedung DPR.

Menurut Permadi, DPR saat ini telah menjadi sumber korupsi di negeri ini. "Akan ada 100.000 orang yang nanti mengepung DPR," kata Permadi.

Mantan staf Badan Intelejen Strategis (BAIS), Laksamana Pertama (purn) Mulyo Wibisono, menambahkan, jika memang dalam waktu dekat terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut Presiden Yudhoyono mundur, hal itu sebagai waktu yang tepat.

"Di Jakarta ada sekitar 22.000 polisi, dan kalau demonstrasinya terjadi di tiga titik, polisi akan bingung mengamankannya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com