Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mochtar Buchori, Pemikir Pendidikan

Kompas.com - 13/10/2011, 02:13 WIB

Agus Suwignyo

Pedagog senior Mochtar Buchori berpulang dalam usia 85 tahun, Minggu 9 Oktober 2011. Dunia pendidikan Indonesia kehilangan salah satu pemikir dan praktisi tangguh.

Buchori layak dikenang sebagai salah satu punggawa pendidikan Indonesia. Dedikasi dan konsistensinya mewujud dalam puluhan karya tentang berbagai aspek kebijakan dan praktik pendidikan. Karya-karya tersebut dikoleksi sejumlah perpustakaan dunia yang masyhur dalam bidang kajian Indonesia, antara lain Cornell University (16 judul), Australian National University (14 judul), dan KITLV Leiden (36 judul), serta almamaternya, Harvard Graduate School of Education (8 judul). Saya beruntung berkesempatan mengakses sebagian karya itu.

Mochtar Buchori memperoleh master pendidikan dari Universitas Nebraska, 1957, dengan tesis berjudul ”Teacher Training and Social Reconstruction in Indonesia”. Makalahnya, ”Field Work and Public Service Programs for University Students in Developing Countries”, lolos sebagai special qualifying paper yang mengantarnya masuk program doktor di Universitas Harvard tahun 1970.

Pemikiran-pemikiran Mochtar Buchori selalu reflektif, kritis, dan menginspirasi. Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan pentingnya membangun koherensi kebijakan hulu dan hilir pendidikan. Kebijakan hulu menyangkut konsepsi filosofis dan arah dasar pendidikan. Kebijakan hilir meliputi kebijakan strategis dan teknis penyelenggaraannya.

Menurut dia, dunia pendidikan Indonesia dewasa ini terlalu hiruk-pikuk oleh aneka persoalan hilir, tetapi tidak punya landasan pemikiran hulu. Polemik tentang ujian nasional, persoalan sertifikasi guru dan dosen, serta menjamurnya (rintisan) sekolah berstandar internasional adalah contoh ketiadaan desain besar pembangunan pendidikan.

Hiruk-pikuk persoalan hilir dan absennya pemikiran pada aras hulu mencerminkan pola pikir para pembuat kebijakan yang kian pragmatis. Sejak Mendikbud Daoed Joesoef melontarkan konsep pendidikan sebagai kebudayaan, belum pernah terdengar lagi pemikiran yang melampaui aneka persoalan teknis dan memberi arah dasar penyelenggaraan pendidikan.

Diakui bulat

Perkenalan saya dengan Mochtar Buchori terjadi sekitar tahun 1994. Saat itu, sebagai mahasiswa, saya dan teman-teman dari Yogyakarta bertamu ke kompleks Widya Candra, Jakarta. Kami bermaksud mengundangnya sebagai pembicara seminar bertema pendidikan transformatif. Ia tak sanggup memenuhi undangan karena kepadatan jadwal, tetapi dengan antusias menyambut tema yang kami angkat.

”Pendidikan itu transformasi; mengubah dari tak tahu menjadi tahu, dari apolitis menjadi politis,” katanya. ”Dalam paradigma transformatif, pendidikan menumbuhkan kepedulian sosial.”

Kontak saya dengan beliau menjadi lebih intensif pada 2005-2007 saat saya memulai penelitian disertasi tentang sejarah pendidikan guru. Saya sedang mencari tokoh-tokoh pendidikan nasional generasi 1950-an dan 1960-an, khususnya yang pernah kuliah di Amerika Serikat dalam periode tersebut.

Dari tiga orang yang saya hubungi, semua menyarankan dengan sangat agar saya ”mewawancarai Prof Buchori secara mendalam”. Bagi saya, saran disertai pesan khusus itu bukti bahwa kepakaran, komitmen, dan dedikasi Mochtar Buchori pada dunia pendidikan Indonesia diakui para koleganya secara bulat. Ia memahami berbagai persoalan pendidikan dan mampu mengambil jarak dari persoalan itu untuk menghasilkan pemikiran yang reflektif.

Jika dicermati, nyaris semua karya tulis Buchori menekankan kata ”transformasi”, ”reformasi”, dan ”evolusi” sebagai kunci analisis. Hal ini menunjukkan semangat untuk berubah dan sikap kritis yang terus dikedepankan. Perhatiannya tercurah untuk hampir semua aspek pendidikan, khususnya guru.

Karya-karya Mochtar Buchori adalah cerminan pergulatan pemikiran yang reflektif. Tahun 1970-an dan 1980-an, ketika ancaman fundamentalisme agama belum merebak seperti sekarang, Buchori sudah menunjukkan potensi ancaman itu. Melalui karyanya, Dimensi-dimensi Kehidupan Keagamaan di Indonesia: Kumpulan Sinopsis Hasil Penelitian Lapangan (1979) dan Radikalisme dalam Gerakan-gerakan Keagamaan: Kumpulan Catatan dan Karangan (1988), Buchori menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai kebudayaan melalui pendidikan untuk menangkal radikalisme.

Mochtar Buchori adalah sosok pribadi yang rendah hati dan hangat. Gaya bicaranya selalu penuh semangat tanpa kesan menggurui. Ramadhan 2010, tiba-tiba ia menelepon, ”Dik Agus, saya sedang di Yogyakarta.” Saya menemuinya. Fisiknya sudah kelihatan lemah, jalannya harus dipapah. Namun, nada bicaranya yang sudah serak itu tiba-tiba bertenaga ketika ia mulai berbicara tentang kondisi para guru honorer yang nasibnya kian memprihatinkan saat ini.

Itu pertemuan terakhir saya dengannya. Selamat beristirahat dalam kedamaian abadi, Prof Mochtar Buchori!

Agus Suwignyo Pedagog cum Sejarawan Pendidikan FIB UGM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com