Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Baduy Tuntut Agamanya Diakui

Kompas.com - 07/10/2011, 01:33 WIB

"Kedatangan kami ke Jakarta ingin mengetahui soal larangan tertulis mencantumkan agama kepercayaan Sunda Wiwitan pada identitas KTP. Kami ini kan warga Indonesia masa dilarang memiliki kepercayaan yang dianut sejak nenek moyang," ujarnya.

Dainah juga mengaku pihaknya akan mengadukan masalah tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, Humas Wammby Tono Soemarsono mengatakan pihaknya akan memperjuangkan masyarakat Baduy agar agama Sunda Wiwitan dicantumkan kembali di KTP. Sebab, negara Indonesia sangat pluralisme dan pemerintah wajib melindungi, termasuk kepercayaan dan keyakinan agama yang dianut masing-masing.

"Saya mempertanyakan pemerintah hanya mengakui enam agama yang resmi di Indonesia, sedangkan agama masyarakat adat belum diakui oleh negara karena dianggap sebagai bentuk aliran kepercayaan," katanya.

Sunda Wiwitan

Berbagai literlatur menyebutkan, Agama Sunda adalah kepercayaan sejumlah masyarakat yang tersebar di daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Agama ini juga dikenal sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur.

Namun, Abdul Rozak, peneliti kepercayaan Sunda, menyebutkan bahwa agama ini adalah bagian dari agama Buhun, yaitu kepercayaan tradisional masyarakat Sunda yang tidak hanya terbatas pada masyarakat Cigugur di Kabupaten Kuningan, tetapi juga masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, para pemeluk "Agama Kuring" di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung dan masih banyak lagi komunitas masyarakat memeluk agama tersebut.

Jumlah pemeluknya di daerah Cigugur sekitar 3.000 orang. Bila para pemeluk di daerah lain ikut dihitung, maka jumlah pemeluk agama Buhun ini, menurut Abdul Rozak, mencapai 100.000 orang, sehingga agama Buhun termasuk salah satu kelompok yang terbesar di kalangan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Agama Sunda atau agama Sunda Wiwitan ini dikembangkan oleh Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan. Oleh pemerintah Belanda, Madrais belakangan ditangkap dan dibuang ke Ternate, dan baru kembali sekitar tahun 1920 untuk melanjutkan ajarannya.

Madrais, yang biasa juga dipanggil Kiai Madrais, adalah keturunan dari Kesultanan Gebang, sebuah kesultanan di wilayah Cirebon Timur. Ketika pemerintah Hindia Belanda menyerang kesultanan ini, Madrais diungsikan ke daerah Cigugur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com