JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menyita dan menyelidiki uang Rp 100 juta, sebuah brankas, dan sejumlah dokumen saat menggeledah rumah Sindu Malik, mantan pejabat Kementerian Keuangan.
Sindu beberapa kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPID Transmigrasi) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans). Penggeledahan tersebut berlangsung kemarin, Rabu (5/10/2011), di dua rumah Sindu di kawasan rumah susun Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, dan di kompleks Kementerian Keuangan, Ciledug, Jakarta Selatan.
"Kami sedang telusuri apa ada hubungannya (barang sitaan) dengan kasus ini," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (6/10/2011).
KPK menduga uang Rp 100 juta tersebut ada hubungannya dengan kasus Kemennakertrans. Saat penyidik menanyakan soal uang itu kepada Sindu, ia tidak dapat menjelaskan. "Dia (Sindu) belum bisa kasih pernyataan detail soal uang itu apa. Kalau dalam proses ada pernyataan, mungkin saja uang itu dikembalikan," ujar Johan.
Sementara isi brankas yang disita, Johan mengaku belum mengetahuinya. Saat disita, kata Johan, brankas itu belum dibuka. Johan juga mengatakan, sejumlah dokumen yang disita dari rumah Sindu berupa kertas surat. Namun, dia belum dapat menjelaskan detail isi surat-surat itu.
Dalam kasus dugaan suap Kemennakertrans, KPK menetapkan Sekretaris Direktur Jenderal di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemennakertrans (Dirjen P2KT Kemennakertrans) I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan Direktorat Jenderal P2KT Dadong Irbarelawan, serta perwakilan PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, sebagai tersangka. Ketiganya diduga mencoba menyuap Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dengan alat bukti uang Rp 1,5 miliar.
Ketiga tersangka pernah mengungkapkan keterlibatan Sindu. Dharnawati mengaku didesak Sindu untuk memberikan fee sebesar 10 persen melalui Nyoman dan Dadong. Adapun Nyoman mengatakan bahwa Sindu bersama Ali Mudhori (yang mengaku staf khusus Muhaimin), Fauzi (staf khusus Muhaimin), dan Iskandar Pasojo (Acos) mengaku sebagai konsultan Badan Anggaran DPR. Keempatnya menawarkan proyek pembangunan infrastruktur kepada Kemennakertrans.
Sejauh ini, KPK telah beberapa kali memeriksa Sindu, Ali, Fauzi, dan Acos serta ketiga tersangka. Menurut Johan, hingga kini belum ada penambahan jumlah tersangka. "Sampai saat ini (Sindu) masih saksi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.