Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Komite Etik KPK Timbulkan Pertanyaan Besar

Kompas.com - 06/10/2011, 13:18 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan ada pertanyaan besar terkait hasil putusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap empat pimpinan KPK pada Rabu (5/10/2011) kemarin.

Menurut Ray, agak sulit untuk memastikan kebenaran ada atau tidaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK. "Apakah sepenuhnya kesimpulan komite etik itu adalah memang benar apa adanya? Di situlah pertanyaan besarnya. Tentu kita tak tahu benar soal ini. Apakah penyelidikan itu didekati dengan pendekatan hukum formal pidana di mana fakta-fakta hukum menjadi acuannya, atau memang dasarnya bukan itu?" ujar Ray kepada Kompas.com, di Jakarta, Kamis (6/10/2011).

Empat pimpinan KPK dan sejumlah pegawai KPK diperiksa Komite Etik KPK terkait pernyataan M Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, yang menyebutkan sejumlah pimpinan KPK melakukan pertemuan dengan dirinya dan orang lain. Keempatnya diduga melanggar kode etik pimpinan KPK.

Dalam kesimpulan, Komite Etik KPK menyatakan, empat pimpinan KPK, yakni Busyro Muqoddas, M Jasin, Haryono, dan Chandra Hamzah, tidak melakukan pelanggaran etika ataupun pidana. Namun, putusan terhadap Chandra dan Haryono tidak bulat. Tiga dari tujuh anggota Komite Etik KPK menilai keduanya melakukan pelanggaran kode etik ringan.

Dikatakan Ray, jika berdasarkan penyelidikan komite etik maka keputusannya memang tidak ada pelanggaran. Hal tersebut, kata Ray, berarti dapat dikatakan tudingan mantan bendahara umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, tidak benar dan hanya membuat tudingan itu sekedar semacam penekanan kepada KPK untuk tidak berlaku secara dalam.

Namun, jika didasarkan pada etika, lanjut Ray, pertanyaan besarnya lagi yakni etika mana yang memperkenankan seorang komisioner KPK dapat bertemu dengan seseorang dalam pertemuan-pertemuan yang terlihat istimewa. "Tapi, lagi-lagi yang perlu kita ingat bahwa tujuan komite etik itu hanya membuktikan ada tidaknya tindakan yang menyalahi kode etik KPK. Tetapi jika mendekati kasus ini dari aspek legal formal maka akan sulit untuk mengungkapkan kasusnya," kata Ray.

Lebih lanjut, Ray meminta agar KPK dapat mengambil pelajaran dari putusan Komite Etik. Menurutnya, sebagai lembaga anti-korupsi yang masih dipercaya publik, KPK harus menunjukan kredibilitasnya dan jangan terjebak pada perilaku atau filosofi seperti lembaga-lembaga lainnya.

"Yaitu perilaku lembaga-lembaga yang memiliki sikap lemah lembut terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang internalnya. Sikap ini hanya akan menjatuhkan kita pada apatisme terhadap pemberantasan korupsi dan pelemahan terhadap persepsi masyarakat atas kebersihan KPK," tegas Ray.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Nasional
    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Nasional
    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Nasional
    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    Nasional
    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Nasional
    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

    Nasional
    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Nasional
    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Nasional
    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

    Nasional
    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Nasional
    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Nasional
    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Nasional
    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com