JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menilai akar utama konflik kerusuhan yang muncul di beberapa wilayah Indonesia seperti Ambon dan Papua secara pasti belum dapat dijelaskan. Namun menurutnya, faktor keadilan sosial sangat erat kaitannya dengan munculnya konflik-konflik horisontal di dalam masyarakat.
"Masyarakat bagaikan rumput kering, sekecil apapun persoalan yang memicu, dapat tersulut api dan dengan mudah terprovokasi tanpa adanya keadilan itu," katanya dalam diskusi bertajuk "Kerusuhan Ambon dan Papua: Akar Penyebab dan Pemecahannya" di Jakarta, Kamis (15/9/2011).
Ia menilai, beberapa persoalan di daerah tersebut lebih mengarah pada anomali, namun secara nyata terdapat fakta masyarakat saling curiga dan konfliknya terasa sampai sekarang.
Dia menjelaskan, seringkali dalam beberapa konflik pada awalnya muncul anggapan bahwa agama, isu gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), dan rivalitas politik menjadi pemicu.
"Tapi ternyata bukan isu agama, tapi agama bisa ditarik dalam sebuah konflik. Eksistensi RMS, di sana tidak populer lagi. Rivalitas politik ternyata juga tidak benar," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Mu'ti, pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama membangun keadilan agar konflik sosial teresebut dapat diminimalisir. Ia juga meminta agar pemerintah dapat memberikan kepastian mengenai janji-janjinya terhadap beberapa persoalan di daerah-daerah yang sering terjadi konflik.
"Kita membutuhkan pemimpin yang punya kepastian agar masyarakat tidak kehilangan harapan. Karena jika sampai masyarakat kehilangan harapan itu, orang akan mudah reaksioner, sehingga mudah mudah terpancing dengan isu-isu provokatif," kata Mu'ti.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia, Romo Benny Susetyo, mengaku khawatir konflik yang muncul di tengah bangsa ini adalah karena masyarakat sudah kehilangan harapan kepada pemimpinnya. Menurutnya, masyarakat telah sampai pada titik jenuh dengan janji-janji pemerintah yang tidak kunjung terealisasi.
"Akar masalahnya adalah tidak adanya kehendak baik, political will dari pemerintah. Yang ada sampai sekarang hanyalah upaya meredam, bukan menyelesaikan secara menyeluruh. Pemerintah harus menjadi pemimpin yang memberikan harapan, sehingga rakyat tidak bimbang dan kehilangan tujuannya," kata Benny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.