Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambon Jangan Membara Lagi

Kompas.com - 15/09/2011, 04:04 WIB

OLEH TRIRATNAWATI

Pertikaian antarkelompok di Ambon yang dipicu oleh meninggalnya Darfin Saimen, pengojek asal Waihong, Nusaniwe, baru-baru ini menambah luka lama Tragedi Ambon Berdarah pada 1999. Darfin Saimen menabrak pohon dan rumah warga hingga terluka parah dan akhirnya meninggal.

Namun, sekelompok warga mencurigai kematian Darfin Saimen karena penganiayaan, bukan kecelakaan. Celakanya, kecurigaan ini justru berkembang sehingga terjadi bentrokan antarkelompok. Dalam peristiwa itu, warga menyelamatkan diri dengan mengungsi ke gereja dan masjid sesuai dengan agama masing-masing.

Warga Ambon dari agama berlainan, yang tadinya rukun kembali, saat ini dan pada masa datang tak boleh tercerai lagi akibat peristiwa yang hampir bersamaan dengan peringatan 10 tahun Tragedi 11/9 di Amerika Serikat itu.

Setelah Perjanjian Malino, Februari 2002, menghentikan kekerasan berdarah antara kelompok Islam dan Kristen di Ambon/Maluku sejak 1999, denyut kehidupan wilayah seribu pulau ini berangsur-angsur normal kembali. Ekonomi bergerak serta pemilu dan pilkada terlaksana relatif cukup baik. Ibadat berlangsung aman dan pembangunan kembali bangunan yang hancur atau rusak akibat kekerasan tahun 1999 juga terus berlangsung, bahkan hingga sekarang.

Itu saja tak cukup. Sampai hari ini, sejumlah korban konflik—khususnya ibu-ibu dan anak-anak—masih mengalami trauma. Penanganan korban konflik oleh pemda yang ditengarai kuyup dengan aroma korupsi—sehingga beberapa kali warga terpaksa berdemonstrasi—tak berlanjut dengan memadai. Sampai hari ini masih saja ada korban konflik yang belum memiliki kembali rumah tinggalnya sendiri sehingga terpaksa menempati bekas kios atau bangunan yang sebenarnya tak layak huni. Sebaliknya, oknum pemda yang diduga korupsi dibiarkan terus berkeliaran. Penegakan dan perlindungan hukum di Ambon/Maluku saat ini mengenaskan.

Selain pemda yang rudin akuntabilitas dan profesionalisme, pemerintah pusat juga lalai: tak melakukan pengawasan dan evaluasi komprehensif dan terus-menerus atas perkembangan keamanan serta kesejahteraan Ambon/Maluku pascakonflik.

Pemerintah pusat juga seolah-olah lupa akan tanggung jawabnya memantau te- rus perkembangan daerah pascakonflik ini serta kinerja dan akuntabilitas pemda. Pemerintah pusat juga seolah-olah melupakan tanggung jawabnya meyakinkan publik bahwa tak satu pun pengungsi korban konflik Ambon telantar.

Aparat TNI dan Polri di Ambon juga perlu lebih profesional dan bertanggung jawab sehingga warga Ambon merasa dilindungi. Jangan sampai terjadi konflik antara aparat dan warga menyangkut kepemilikan lahan atau karena alasan lain. Tenteram dan aman: itu kebutuhan mutlak warga pascakonflik.

Kesewenang-wenangan aparat, korupsi, serta rendahnya akuntabilitas mereka dapat menimbulkan defisit kepercayaan warga kepada pemerintah. Itu yang sekarang terjadi di Ambon sehingga negara kurang dipercaya dan kurang berwibawa. Dalam situasi seperti ini, masuk akal bahwa warga kembali kepada pemuka agama dan adat untuk meminta perlindungan, hal yang seharusnya diberikan negara kepada warganya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com