Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Persilahkan BPK Audit Utang Luar Negeri

Kompas.com - 08/09/2011, 13:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rachmat Walujanto mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit kinerja terhadap pengelolaan utang luar negeri.

"Silahkan saja, siapa takut (diaudit), asalkan fair dan obyektif serta prosedural," ujar Rachmat Kamis (8/9/2011) di Jakarta.

Prosedural yang dimaksud, menurut Rachmat, BPK harus mengikuti ketentuan di Kementerian Keuangan. "Misalnya, data atau dokumen pinjaman luar negeri tidak boleh difotokopi dan dibawa keluar ruangan. Auditor BPK cukup mempelajari dan menelitinya di dalam ruangan yang sudah disediakan oleh Kemenkeu," tuturnya.

Sebelumnya, dalam acara halal bihalal BPK, Selasa (6/9/2011), Ketua BPK Hadi Purnomo mengatakan, BPK segera melakukan audit kinerja secara khusus pengelolaan utang luar negeri. Selama ini, audit yang dilakukan BPK hanya secara umum, yaitu pengelolan keuangan negara di APBN, termasuk pinjaman luar negeri.

Utang luar negeri Indonesia per akhir Juni lalu berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan tercatat sebesar 68,45 miliar dollar AS. Utang itu terdiri pinjaman bilateral 35,86 miliar dollar AS, multilateral 22,62 miliar dollar AS dan bilateral lainnya 9,72 miliar dollar AS.

Rachmat mengemukakan, selama ini Ditjen PU Kementerian Keuangan dan jajaran Kemenkeu lainnya menerapkan standar keterbukan dan akuntabilitas serta profesionalitas. "Kami menunggu audit tersebut. Selama ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah beberapa kali melakukan audit kinerja pengelolan utang luar negeri, dan hasilnya tidak ada masalah," ungkap Rachmat.

Salah satu audit BPK terhadap pengelolaan anggaran negara, termasuk pinjaman luar negeri pernah dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian (WTC).

Tentang kemungkinan perjanjian pinjaman luar negeri yang pernah menggunakan syarat-syarat tertentu yang memberatkan pemerintah RI seperti di antaranya soal pemerintah harus mendivestasi 16 BUMN - sebelum pinjaman luar negerinya disetujui - Rachmat membantah. "Yang saya tahu, tidak pernah ada pakai persyaratan seperti itu. Mungkin itu rumors," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com