SURABAYA, KOMPAS
Kepala Gerbang Tol Suramadu Suharyono menuturkan, arus lalu lintas pada H+7 Lebaran yang bertepatan dengan Lebaran ketupat ini lebih ramai dibandingkan dengan hari sebelumnya. ”Jumlah kendaraan yang melintas bisa mencapai 50.000. Sebanyak 70 persen di antaranya sepeda motor,” ujarnya.
Menurut dia, arus lalu lintas pada Lebaran ketupat memang selalu meningkat. Warga Madura biasanya merayakan Lebaran ketupat di kampung halamannya. Oleh karena itu, mereka sudah mulai berangkat ke Madura sejak pagi. ”Sebagian malah sudah pulang ke Madura sejak kemarin sore,” tambahnya.
Selain peningkatan arus lalu lintas menuju Madura, arus lalu lintas dari Madura ke arah Surabaya juga meningkat. Peningkatan ini terjadi karena warga yang selesai merayakan Lebaran ketupat segera kembali ke tempat bekerja di luar Madura.
Aktivitas penyeberangan di Pelabuhan Ujung–Kamal, Surabaya, juga meningkat. Petugas Posko Pemantau Pelabuhan Ujung–Kamal Dian Fadani menuturkan, peningkatan jumlah penumpang ke Madura sudah tampak sejak Selasa.
Perayaan Lebaran ketupat merupakan tradisi yang sampai sekarang masih dilakoni warga Madura. Mereka merasa belum lengkap merayakan Idul Fitri jika tidak mengikuti tradisi Lebaran ketupat dengan menikmati sajian ketupat bersama keluarga. Lebaran ketupat ini dirayakan pada hari ketujuh Idul Fitri.
Perayaan Lebaran ketupat di Gorontalo, Rabu, juga meriah. Ribuan warga memadati jalanan di kampung permukiman orang Jawa di Gorontalo. Perayaan ini sekaligus bertujuan mempererat persaudaraan antaretnis Jawa-Tondano atau Jaton.
Pusat perayaan tersebar di kampung Jawa, seperti Desa Yosonegoro, Reksonegoro, Kaliyoso, Mulyonegoro, Rejonegoro, Salilama, dan Bandungrejo, di Kabupaten Gorontalo. Perayaan diramaikan dengan perlombaan karapan sapi, pacuan kuda, dan panjat pinang.
Menurut Hasyim Mertosono, tokoh etnis Jaton di Gorontalo, tradisi Lebaran ini diwariskan dari nenek moyang orang Jaton, yaitu para pengikut Kiai Modjo (Panglima Perang Diponegoro) yang diasingkan di Minahasa, Sulawesi Utara). Mereka datang dari Jawa pascatahun 1830.(ARA/APO)