JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Ali menilai wajar koruptor mendapat remisi atau pemotongan masa penahanan. Menurut dia, permasalahan bukan pada pemberian remisi namun rendahnya vonis untuk para koruptor.
"Ini persoalannya karena hukum yang diterapkannya terlalu rendah sehingga menyakitkan hati rakyat," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/9/2011), saat ditanya usul penghapusan remisi bagi koruptor.
Marzuki menilai ada ketidakadilan vonis dari majelis hakim kepada para koruptor selama ini. Selain vonis terlalu rendah, menurut politisi Partai Demokrat itu, hakim cenderung memukul rata hukuman bagi koruptor tanpa mempertimbangkan nilai uang negara yang dinikmati.
"Orang korupsi sampai triliun rupiah dihukumnya empat tahun. Kemudian dipotong-potong jadinya dua tahun. Itu kan menyakitkan rakyat. Tapi kalau hukum itu sudah adil, misal maling ayam dihukum enam bulan, korupsi cuma Rp 100 juta misalnya dua tahun, korupsi Rp 1 miliar misalnya 10 tahun, korupsi Rp 100 miliar misalnya seumur hidup, maka remisi itu sah-sah saja," ucap dia.
"Orang di lapas perlu dinilai juga. Ada yang berubah jadi baik, menyesal. Ada juga orang yang tidak pernah menyesal dalam penjara. Perbedaan-perbedaan perilaku di dalam penjara tentu harus dinilai. Jangan sampai orang yang berubah dengan orang yang tidak berubah sama saja. Di mana keadilannya," tambah Marzuki.
Dengan demikian, Marzuki meminta agar semua pihak melihat secara komperehensif dalam memberikan pendapat. Jangan hanya mengkritik pemberian remisi oleh Kementerian Hukum dan HAM. "Saya minta semua bicara komperensif," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.