JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyayangkan sikap beberapa orang yang mengkritik pihaknya terkait pemberian remisi terhadap koruptor. Menurut Patrialis, harusnya beberapa pihak yang mengkritik tersebut memahami paradigma pemenjaraan dan pemasyarakat yang baik dan benar.
"Saya sangat menyayangkan para penegak hukum juga memberikan komentar yang negatif, bahkan ada mantan menteri pun seperti itu. Ini saya kira tidak semuanya dapat kita ambil sebagai suatu kebenaran," ujar Patrialis di Gedung Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (5/9/2011).
Patrialis menjelaskan, paradigma pemenjaraan berbeda dengan pemasyarakatan. Paradigma pemenjaraan, menurut Patrialis, memang, ancamannya lebih kepada kecenderungan penahanan. Sedangkan pemasyarakatan lebih kepada reintegrasi sosial.
Selain itu, menurut Patrialis, dalam tindak pidana ada tiga kategori yang menurut tugasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berbeda satu sama lain. Pertama adalah kategori pencegahan, yang dilakukan lembaga-lembaga penegak hukum. Kedua, pemberantasan, yang juga dilakukan oleh lembaga-lembaga penegakan hukum yang berbeda.
"Yang ketiga, adalah persoalan pemasyarakatan, persoalaan administratif, dan kami adalah pelaksananya. Jadi, lembaga hukum ini tidak berada dalam posisi mengambil posisi lembaga hukum yang lainnya," kata Patrialis.
Oleh karena itu, lanjut Patrialis, dalam kasus pemberian remisi tersebut, pihaknya hanya melaksanakan tugas secara administratif, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Menurutnya, jika seorang tahanan sudah saatnya mendapatkan remisi, maka tahanan tersebut harus dan wajib mendapatkan remisi. "Begitu pula kalau tahanan itu sudah harus dapat prasyarat, ya kita kasih prasyarat. Jadi, kita ini melaksanakan saja. Jadi jangan memberikan beban itu kepada Kemenhukham," tukasnya.
Sebelumnya, beberapa pihak menilai pemberian remisi bagi tahanan koruptor tidak harus dilakukan oleh pemerintah. Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Muladi mengatakan, hal itu harus dilakukan karena kejahatan korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa yang seharusnya tidak diberikan kesempatan dulu untuk mendapatkan remisi.
"Saya kira untuk saat ini jangan diberi (remisi) dulu, walaupun itu hak ya. Remisi itu hak, hak kalau dia berkelakuan baik," ujar Muladi saat menghadiri Open House di kediaman Jusuf Kalla, Kamis (1/9/2011).
Muladi, mencontohkan negara Amerika Serikat yang tidak dengan mudah memberikan remisi terhadap kejahatan terorisme dan korupsi. Ia menilai, jika pemerintah tidak konsisten terhadap pemberantasan para koruptor, maka kasus korupsi akan terus menjadi masalah besar di Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.