Jakarta, Kompas -
Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, Kamis (1/9), di Jakarta, mengatakan, menghapus remisi bagi koruptor dapat diwujudkan dengan merevisi terlebih dahulu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. ”Tidak sulit bagi kita untuk mengubah undang-undang,” ucapnya.
Dalam rangka Idul Fitri 2011, pemerintah memberikan remisi kepada 44.652 narapidana beragama Islam. Dari jumlah tersebut, 235 orang di antaranya merupakan narapidana korupsi. Remisi yang diberikan bervariasi, antara 15 hari dan dua bulan.
Mas Achmad mengatakan, narapidana korupsi adalah penjahat berkerah putih. Mereka berasal dari strata sosial yang tinggi sehingga tentu memiliki perilaku yang sopan dan baik. Selain itu, narapidana korupsi juga memiliki kelebihan berupa kewibawaan atau pengetahuan tertentu sehingga biasanya dipilih untuk memegang tugas tertentu atau mengajar sebuah keterampilan di penjara. ”Hal positif semacam itu membuat narapidana korupsi pasti akan mendapatkan remisi,” kata Mas Achmad.
Padahal, dalam situasi sekarang, perlu dilakukan upaya yang terintegrasi dalam memerangi korupsi. Artinya, pemberantasan korupsi ditingkatkan tidak saja dengan mempertajam kinerja pengadilan, penyidikan, dan penuntutan, tetapi juga dengan mereformasi sistem pemasyarakatan. ”Salah satunya dengan merevisi sistem pemberian remisi tersebut,” ujar Mas Achmad.
Sebelumnya, seusai bersilaturahim dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu, di Istana Negara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengatakan, pihaknya sangat terbuka dengan gagasan merevisi sistem pemberian remisi bagi koruptor. ”Kami tidak keberatan. Tentu kami harus melakukan kajian mendalam. Kami minta pendapat masyarakat,” tuturnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.