JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengimbau agar Komisi Pemberantasan Korupsi tidak terbawa dalam manuver-manuver yang dilakukan oleh pihak M Nazaruddin, tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games 2011.
Nazaruddin, kata Yunarto, saat ini telah menunjukkan sikap yang tidak kooperatif dengan beberapa insitusi penegak hukum terkait dengan kasusnya.
"Bahkan sampai detik ini pun pascapenangkapan, dia (Nazaruddin) masih berusaha tidak kooperatif dengan memainkan isu, seakan-akan dia dicuci otak, dia tidak akan mau diperiksa dengan Komite Etik, tidak mau dipindahkan tahanannya, dan kirim surat yang tidak jelas subtansinya. Dan, jika sikap sudah tidak kooperatif, maka biasanya pernyataannya juga tidak kooperatif," ujar Yunarto kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (24/8/2011).
Ia mencontohkan, tidak konsistennya pernyataan Nazaruddin tersebut dapat dilihat dari pernyataannnya yang mengaku tidak mengenal Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina, pada 10 Mei 2011 dan pengakuan Nazaruddin yang mengaku pergi ke Singapura untuk berobat saat diwawancarai Metro TV pada 30 Mei 2011.
Selain itu, Nazaruddin juga mengaku tidak mengenal, bertemu, dan menelepon Mahfud Suroso, Direktur PT Duta Selaras, dalam kasus suap terhadap Sekjen Mahkamah Konstitusi, Janedri M Gaffar.
"Tapi, jika kita lihat saat wawancara via Skype dengan Iwan Piliang yang diputar secara live. Saat itu Nazaruddin mengaku kalau dia kenal dengan Mindo Rosalina karena, menurutnya, Rosa mengetahui pengaturan proyek wisma atlet. Begitu pun, dia katakan kalau kepergiannya ke Singapura itu atas perintah Anas Urbaningrum. Untuk kasus MK, dia mengatakan proyek Hambalang sebesar Rp 50 miliar diserahkan Mahfud ke Yulianis. Ini kan jelas telah menunjukkan ketidakkonsistenan pernyataannya," ungkap Yunarto.
Ditambahkan Yunarto, saat ini pernyataan Nazaruddin cenderung mengarah secara sistematis kepada sosok tertentu. Menurutnya, inkonsistensi dan pola yang dimainkan Nazaruddin dalam pernyataannya pada akhirnya cenderung menjadi peluru kosong yang nantinya sulit dijadikan alat bukti oleh KPK untuk dilakukan penyelidikan.
"Kita harapkan jangan sampai publik mengawal kasus Nazar ini hanya berdasarkan pernyataan-pernyataan kosong itu. Ini yang paling berbahaya, karena bukan tidak mungkin akhirnya kita cukup senang ketika nama-nama yang disebut Nazaruddin ditahan dan menjadi tersangka, setelah itu KPK dan aparat penegak hukum berhenti mengusut tuntas kasus tersebut," kata Yunarto.
Oleh karena itu, Yunarto mengharapkan agar KPK fokus pada kasus-kasus yang menjerat Nazaruddin. Apalagi, kata Yunarto, KPK sebelumnya sudah menyatakan bahwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut terlibat dalam banyak kasus, yakni 31 kasus di lima kementerian yang total proyeknya mencapai Rp 6 triliun.
"Ini yang sering saya katakan, jangan sampai kita terjebak dalam sebuah logika yang dimainkan oleh seorang tersangka, yang jelas-jelas adalah orang yang selama ini melakukan perlawanan terhadap penegakan hukum. Ini juga harus kita lawan dan kawal bersama dengan KPK agar kasus ini dapat terbongkar semua," kata dia.
_____________________
Video
Nazaruddin Tak Mau Bicara