Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Biarkan Nazar Dihukum Sendirian

Kompas.com - 24/08/2011, 12:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam kasus korupsi politik, seorang pelaku biasanya tidak bekerja sendirian. Kasus tersebut kemungkinan melibatkan banyak pihak. Seperti halnya dalam kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games, yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Komite Pengawas KPK untuk Kasus Nazaruddin (KPK2N), Rabu (24/8/2011) menduga, Nazar tidak sendirian terlibat dalam kasus itu. "Kami tidak punya bukti bahwa Nazaruddin berbohong. Teorinya itu, korupsi politik pasti melibatkan banyak orang, melibatkan birokrat, kapitalis, non kapitalis, korporasi, dalam kasus Nazaruddin," ujar Boni Hargens, salah satu anggota KPK2N saat mendatangi gedung KPK, Jakarta.

Selain Boni, hadir pula koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi, dan Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane.

Oleh karena itulah, KPK2N mendesak agar KPK tidak berhenti pada Nazaruddin. "Jangan sampai Nazaruddin jadi pelaku tunggal," kata Neta.

KPK2N meminta Nazaruddin dilindungi dan tidak diintimidasi sehingga kasus korupsi wisma atlet yang diduga melibatkan sejumlah elit penguasa dapat dibongkar. Pasalnya, mereka menduga Nazaruddin telah diintimidasi sehingga kini memilih bungkam padahal selama pelarian dia "rajin" melancarkan tudingan keterlibatan sejumlah pihak, terutama yang berkaitan dengan Partai Demokrat.

"Kami mencurigai jangan-jangan kasus ini akan disesatkan seperti kasus Gayus Tambunan," kata Adhie.

Tertangkapnya Gayus Tambunan diharapkan dapat membongkar praktek mafia pajak yang menggurita dan melibatkan pengusaha-pengusaha besar. Namun, kata Adhie, kasus mafia pajak Gayus itu kini dipangkas. "Jangan biarkan perekayasaan itu terjadi. Kalau dibongkar, objektif, kita akan berhasil dalam penegakkan," tambah Adhie.

KPK2N yang akan mengawal proses penyidikan kasus Nazaruddin di KPK ini juga akan memastikan KPK bekerja independen. "Segala bentuk proses hukum agar bersifat transparan, bebas dari intervensi politik, upaya intimidasi dan teror, segala macam upaya di luar hukum yang bertujuan menganggu proses hukum," ucap Boni.

Adapun tokoh lainnya yang tergabung dalam KPK2N adalah Yudi Latief, Karyono Wibowo, Ray Rangkuti, Erlangga Pribadi, Ahmad Nyarwi, dan Ahmad Rifai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com