JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Bonny Hargens, menilai, banyak kebenaran dari pernyataan Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games 2011, terhadap beberapa rekannya di Partai Demokrat.
Bonny mengatakan, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu merupakan salah satu orang yang berjasa di partainya dan pencari dana partai yang cukup cerdas. Karena itulah, Bonny menduga banyak orang terlibat dalam kasus suap tersebut, termasuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Eddy Baskoro atau Ibas.
"Kita harus tahu tangan-tangan siapa yang di belakang Nazar selama ini, yang memang menerima hasil kerja dia dan menerima uang-uang itu. Jadi menurut saya, bukan suatu yang sukar dan bukan yang mustahil kalau Ibas terlibat atau orang yang dekat Presiden, karena itu semua sangat logis," ujar Bonny dalam diskusi bertajuk "Rekayasa Kasus Nazaruddin, Antasari, dan Bank Century" di Rumah Perubahan, Duta Merlin, Jakarta, Selasa (23/8/2011).
Bonny mengemukakan, kebenaran akan tudingan Nazaruddin tersebut justru dikonfirmasi oleh balasan surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Nazaruddin beberapa waktu lalu. Menurut dia, cukup aneh jika Presiden Yudhoyono menulis surat balasan tersebut dalam kapasitasnya sebagai Presiden, bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
"Ini ada semacam upaya menekan Nazaruddin sedemikian rupa sehingga dia tidak 'bernyanyi' lagi tentang keterlibatan orang-orang besar ini," ujar Bonny.
Oleh karena itu, Bonny mengatakan, akan sangat berbahaya bagi penegakan hukum jika upaya-upaya intervensi terhadap Nazaruddin itu dibiarkan. Ia berharap agar masyarakat dapat terus mengawal kasus mantan politisi Demokrat tersebut hingga tuntas. Bonny juga meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi tetap indenpenden dan memastikan keselamatan Nazaruddin terjamin dari tekanan-tekanan pihak luar.
"Jangan pernah takut kalau 'nyanyian' Nazar ini melebar dan ketika semua orang itu ditangkap bisa membuat negara bubar. Menurut saya, itu merupakan suatu penipuan yang tragis karena walaupun seorang presiden diganti karena keterlibatan dalam kasus-kasus pidana itu bukan berarti negara akan berakhir, karena konstitusi mengatur setiap perubahan kepemimpinan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.