Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peraih Penghargaan Ramon Magsaysay

Kompas.com - 10/08/2011, 03:30 WIB

KHAERUL ANWAR

”Saya tak melakukan apa-apa, hanya menjalankan hobi. Puluhan tahun saya melakukan apa yang diperlukan umat karena memang senang mengerjakannya,” kata Hasanain Juaini, pendiri dan Ketua Pondok Pesantren Nurul Haramain, Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Hasanain menambahkan, ”Saya cepat terinspirasi pada apa yang saya lihat dan pikirkan. Kalau tak dikerjakan, saya merasa tersiksa, terbebani, dan tidak bisa tidur.”

Kesenangan Hasanain itu tak hanya diejawantahkan dalam mendidik para santri, tetapi juga diimplementasikan pada masyarakat, seperti konservasi ladang dan kebun seputar kawasan hutan. Gerak-geriknya selama ini direkam Ramon Magsaysay Foundation Award (RMFA) yang sekaligus menominasikan dia meraih penghargaan.

”Saya sedang menyiapkan makalah yang akan disampaikan saat penganugerahan nanti,” ujarnya.

Tahun 2011 ada enam peraih Ramon Magsaysay Award, yaitu satu yayasan, Alternative Indigenous Development Foundation dari Filipina; Nileema Misra dan Harish Hande dari India; Koul Panha dari Kamboja; serta Tri Mumpuni dan Hasanain dari Indonesia.

Hasanain dinilai berhasil menerobos pakem menara gading pondok pesantren (ponpes) dengan menggabungkan pendidikan teori dan praktik. Ia kreatif mempromosikan nilai-nilai kesetaraan jender, membangun kerukunan beragama dan pelestarian lingkungan di daerahnya.

Penghargaan itu akan diserahkan 31 Agustus nanti di Manila, Filipina. Dalam situs resminya, selama tahun 1957-2011, RMFA memberikan penghargaan kepada 290 individu/lembaga dari 22 negara Asia.

Bagi Hasanain, penghargaan itu tak pernah terlintas di pikirannya. Selama ini ia bekerja saja, mengingat begitu banyak persoalan sosial yang harus diatasi. Apalagi masyarakat di Pulau Lombok umumnya telanjur dimanjakan kesuburan tanah dan sumber daya alam sehingga suka bersikap mele molah doang (mau enaknya saja).

”Kita mau membangun rumah, tinggal tebang pohon di hutan. Padahal, hitung-hitungan kasarnya, setiap individu telah mengutang (mengambil) kayu untuk membangun rumah dan perabotan lain sebanyak 127 batang. Maka, kewajiban setiap orang membayar utangnya itu dengan menanam kembali,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com