JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin, dimungkinkan untuk disidang secara in absentia atau diadili tanpa kehadiran terdakwa. Pasalnya, pemerintah belum juga dapat membawa Nazaruddin kembali ke Indonesia.
"Kalau yang bersangkutan sama sekali tidak bisa dihadirkan, bisa saja dia di sidang in absentia," kata Chaerul Huda, pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (7/8/2011).
Chaerul mengatakan, sidang in absentia diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Syarat sidang in absentia, kata dia, adalah terdakwa tidak bisa dihadirkan karena melarikan diri.
Syarat lain, lanjut Chaerul, harus ada cukup bukti keterlibatan terdakwa. Melihat kerja Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini, kata dia, penyidik pasti memiliki cukup bukti keterlibatan Nazaruddin ketika ditetapkan tersangka.
Meski demikian, Chaerul berharap agar pemerintah tetap berusaha membawa kembali Nazaruddin. Pasalnya, keterangan dan bukti yang dimiliki Nazaruddin dapat digunakan untuk menjerat berbagai pihak yang diduga terlibat.
Seperti diberitakan, Polri melalui Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Sutarman, mengakui kesulitan membawa Nazaruddin kembali ke Indonesia. Pasalnya, yang bersangkutan menggunakan buku paspor asli namun dengan identitas palsu.
Dengan demikian, Nazaruddin dapat keluar masuk negara secara legal. Negara yang dituju Nazaruddin tak dapat membuktikan adanya pemalsuan identitas dalam paspor. Pembuktian itu hanya dapat dilakukan oleh negara yang mengeluarkan paspor. Masalahnya, kepolisian belum tahu Nazaruddin menggunakan nama siapa dan negara mana dalam paspor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.