Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Pelataran RI di Pulau Nipah

Kompas.com - 28/07/2011, 04:29 WIB

Tanah pelataran Pos Satuan Tugas Pengamanan Korps Marinir TNI Angkatan Laut di Pulau Nipah luasnya setara dengan setengah lapangan sepak bola. Kamis (21/7) siang itu, lebih dari separuh luasnya digenangi air hujan yang turun beberapa hari silam.

Ketinggian airnya rata-rata semata kaki orang dewasa. Sekilas seperti rawa kecil dan terkesan tidak penting. Namun, siapa sangka kalau fungsi genangan air hujan justru sebaliknya, sangat penting. Bagi pasukan penjaga perbatasan di Pulau Nipah, genangan air itu adalah cadangan air untuk mandi dan masak.

Pulau Nipah di Batam, Kepulauan Riau, adalah satu dari 92 pulau kecil terluar Indonesia. Di pulau tanpa berpenduduk itu, air hujan adalah bahan baku air mandi dan masak karena sumber air bersih nihil.

Tangki tadah hujan telah disebar di sejumlah penjuru. Namun, ketika hujan tak turun lebih dari tiga hari, persediaan air dalam tangki akan menipis dan habis. Pada saat itulah genangan air di pelataran menjadi cadangan terakhir. Persoalannya, genangan air itu tak cukup untuk 60 prajurit yang bertugas di lokasi.

Menurut Komandan Peleton Satuan Tugas Pengamanan Pulau Nipah Letnan Satu Marinir Jarot Witono, sebenarnya pos pengamanan memiliki alat penyuling air laut menjadi air tawar. Namun, karena kebutuhan solarnya jauh lebih mahal dibandingkan dana operasional yang ada, prajurit terpaksa memarkirnya di gudang dan berharap hujan rajin turun di Pulau Nipah.

Sementara itu, tak jauh dari pelataran, berdiri sebuah bangunan permanen yang pada bagian belakangnya digunakan untuk dapur. Kebetulan di situ ada seorang prajurit sedang memasak lauk-pauk menggunakan bahan bakar elpiji dan seorang lainnya menanak nasi menggunakan kayu bakar.

”Kalau elpiji saja tak cukup untuk memasak makanan dan air minum buat seluruh personel. Jadi, kami lebih banyak memasak menggunakan kayu. Kayunya kami kumpulkan dari serpihan-serpihan kapal yang terdampar di pulau-pulau terdekat,” kata prajurit itu.

Minimnya bahan bakar tidak saja menyangkut urusan memasak, tetapi juga menyangkut kebutuhan listrik. Kebutuhan listrik dipenuhi dari sel surya yang beroperasi paling cepat pukul 09.00 sampai pukul 20.00, dengan catatan cuaca cerah. Sementara generator hanya dioperasikan mulai pukul 20.00 sampai pukul 00.00 karena solar terbatas.

Permasalahan lain, sebagaimana dipaparkan Komandan Kompi Satuan Tugas Pengamanan Pulau Nipah, Rondo, dan Berhala, Letnan Satu Marinir DM Suari kepada Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, adalah nihilnya kapal yang disiagakan di Pulau Nipah. Hal ini berpengaruh terhadap mobilitas prajurit.

Guna keperluan pengiriman logistik, misalnya, prajurit bergantung pada kapal nelayan yang melintasi Pulau Nipah lima hari sekali. Ongkos sewa angkut logistik dari pasar di Kecamatan Belakang Padang ke Pulau Nipah Rp 600.000 pulang-pergi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com