JAKARTA, KOMPAS.com — Sebuah fakta baru muncul di tengah pemanggilan Panitia Kerja Mafia Pemilu, Kamis (7/7/2011) malam. Panja meminta keterangan dari jajaran Komisi Pemilihan Umum.
Dari situ muncullah keterangan dari mantan Kepala Biro Hukum Komisi Pemilihan Umum WS Santoso yang menyatakan bahwa surat Mahkamah Konstitusi (MK) tertanggal 17 Agustus 2009 yang asli baru diserahkan Andi Nurpati pada Juli 2010. Saat itu Andi berpamitan akan keluar dari KPU dan menjadi pengurus DPP Partai Demokrat.
"Pada Juli 2010 Bu Andi ke lantai IV di ruangan saya (di KPU). Katanya, 'Saya titipkan dokumen ini'. Tidak ada petunjuk dokumen itu diagendakan. Saya tidak tahu isinya apa, karena dititipkan. Saya serahkan ke wakil kepala biro (Sigit Joyowardono)," ujar Santoso kepada Panja.
Sigit pun mengakui hal itu. Ia yang kemudian menyimpan surat yang diberikan oleh Santoso. Menurut dia, surat itu tidak berstempel MK. "Saya menerima surat bernomor 112, 17 Agustus 2009. Asli, tanpa stempel. Hampir setahun, surat asli ada di Andi Nurpati. Saya simpan saja. Kemudian, surat nomor 113 tertanggal 17 Agustus 2009, juga baru diserahkan Ibu Andi Nurpati pada akhir Agustus 2009. Itu juga tidak berstempel," ungkap Sigit, yang membenarkan jawaban Santoso.
Saat ini terungkaplah bahwa surat jawaban putusan MK bernomor 112 dan 113 yang asli ternyata memang berada di tangan Andi. Padahal, sebelumnya Andi membantah hal tersebut. Meskipun stafnya, Matnur, menyatakan Andi yang menyuruhnya menyimpan surat-surat itu. Andi menyatakan bahwa ia menyuruh Matnur memberikan surat itu pada Ketua KPU. Menurut Matnur, surat nomor 113 memang diserahkan kepada staf Ketua KPU. Namun, untuk surat nomor 112, Andi yang menyuruhnya untuk disimpan.
Menurut Ketua Panja Mafia Pemilu Chairuman Harahap, telah terlihat jelas dan nyata bahwa Andi yang memegang surat asli nomor 112 yang dipertanyakan oleh MK. "Sekarang kelihatan, sudah jelas. Ternyata surat yang asli nomor 112, tanggal 17 Agustus 2009, baru diserahkan pada Juli 2010. Berarti sudah satu tahun disimpan surat itu," tukas Chairuman Harahap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.