JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi Pemilihan Umum, I Gusti Putu Artha, mengakui, Politisi Hanura Dewi Yasin Limpo pernah mendatangi ruangannya di Kantor Komisi Pemilihan Umum. Namun, ia tak mengingat tanggal pertemuan itu. Putu juga tak ingat persis jumlah uang yang ditawarkan Dewi kepadanya dan bantuan apa yang diharapkan Dewi kepadanya.
"Saya tidak ingat tanggal pertemuannya. Namun, dia (Dewi Yasin Limpo) mengatakan, 'untuk segala sesuatunya gampang, bisa hubungi saya ke nomor ini'. Dia berikan iming-iming, tetapi saya tidak ingat pasti jumlahnya. Dia kasih kartu nama. Kartunya saya ambil, tetapi saya curiga niatnya dia sudah enggak baik. Saya langsung giring dia keluar dari ruangan saya," ujar Putu kepada Kompas.com, Rabu (6/7/2011).
Putu mengatakan tak tahu siapa lagi yang didekati Dewi karena ia hanya mengetahui Dewi ke ruangannya. "Saya enggak tahu, dia bertemu siapa lagi. Saya menolak tawarannya. Coba tanya yang lain, (anggota KPU lain), mungkin pernah didatangi Dewi," imbuhnya.
Putu menyatakan siap jika dipanggil oleh Panja Mafia Pemilu untuk dimintai keterangan terkait Dewi. "Mau, mau saya. Saya siap dipanggil Panja. Kalau bisa bersaksi di atas sumpah, saya berani," tukasnya.
Seperti diberitakan, Dewi Yasin Limpo diduga memiliki peran penting dalam laporan Tim Investigasi Mahkamah Konstitusi terkait pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara sengketa pemilu daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Dalam putusan MK, Dewi yang merupakan calon anggota DPR dari Partai Hanura tidak memperoleh kursi di DPR. Namun, surat putusan tersebut dipalsukan sehingga Dewi memperoleh kursi. MK mengoreksi surat palsu tersebut dan memberikan kursi kepada Mestiriani Habibie dari Partai Gerindra.
Sekjen MK Janedjri M Gaffar, saat menyampaikan laporan tim investigasi MK di hadapan Panja Mafia Pemilu DPR, mengatakan, Dewi disebut-sebut berusaha menggunakan jasa dari mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi dan putrinya, Neshawaty, untuk mengurus kasusnya.
Disebutkan, Dewi juga berusaha mendekati mantan Panitera MK, Zainal Arifin; juru panggil MK, Masyhuri Hasan; dan Panitera Pengganti MK, Nalom Kurniawan; agar MK membuat surat jawaban ke KPU yang menambahkan kata "penambahan suara". Hal itu akan berpengaruh bagi perolehan kursi untuk calong anggota legislatif Dapil 1 Sulawesi Selatan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.