Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Monitor Penting untuk Cegah Krisis

Kompas.com - 30/06/2011, 23:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia menyebutkan, pengawasan utang luar negeri. Jika tidak dimonitor dengan baik, maka akan memiliki dampak yang serius terhadap perkembangan ekonomi negara. Hal ini sampaikan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, di Jakarta, Kamis (30/6/2011).

"Kalau utang luar negeri itu tidak dimonitor atau di-manage dengan baik itu memiliki dampak yang serius terhadap perkembangan perekonomian negara. Dan ini sudah terbukti banyak terjadi di beberapa negara, baik di ASEAN saat mengalami krisis tahun 1997, itu salah satunya juga masalah utang luar negeri," ungkap Difi.

Menurut Difi, pengawasan yang baik dapat menghindarkan suatu negara dari krisis.

Hal ini juga terjadi pada Indonesia, yang mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997-1998. Pada waktu itu, Indonesia mengalami krisis nilai tukar, yang kemudian berubah menjadi krisis ekonomi. Nilai tukar mata uang rupiah saat itu berubah drastis dari Rp 2.400 mencapai Rp 16.000 pada tahun 1998.

"Nah, salah satu penyebabnya adalah kita tidak punya monitoring yang baik terutama utang luar negeri swasta," sebutnya.

Pada waktu terjadi krisis tersebut, memang utang luar negeri swasta tidak diwajibkan untuk dilaporkan ke BI. Akibatnya, utang tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. "Akibatnya karena tidak termonitor dengan baik. Mereka (pihak swasta yang melakukan peminjaman) tidak melakukan mitigasi risiko dengan baik, (seperti) melakukan hedging. Kemudian terjadi beberapa mismatch, (seperti) currency mismatch, maupun maturity mismatch. Sehingga menyebabkan banyak permasalahan," ujarnya.

Masalah dimulai dari banyaknya perusahaan yang tutup, akibatnya banknya pun tak terbayar. Efek dominonya yaitu terjadi krisis ekonomi pada periode tersebut. Oleh karena itu, sejak tahun 2000, BI pun mulai melakukan pencatatan utang luar negeri terutama swasta.

Subjek yang wajib untuk melaporkan utang luar negerinya yaitu penduduk Indonesia yang punya utang kepada non penduduk. Penduduk ini pun bisa perorangan dan lembaga yang punya center of economy interest di Indonesia yang kurang atau lebih dari satu tahun. "Misalnya, Citibank (Indonesia) yang merupakan cabang dari Citibank di Amerika. Kalau dia tinggal dan cari makan di Indonesia. Maka itu masuk penduduk, dan itu yang wajib lapor kepada kita," kata Difi.

Lembaga dan badan usaha yang melakukan peminjaman, tidak ada batasan minimal dalam pelaporannya. Artinya, berapa pun jumlah yang dipinjam, mereka wajib lapor. Sementara, perorangan wajib lapor jika utang luar negerinya berjumlah 200 ribu dollar AS.

Wajib lapor tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia No 2/22 Tahun 2000, sebagai pijakan pertama kali untuk utang luar negeri swasta wajib dilaporkan ke Bank Indonesia. "Intinya hanya wajib lapor ya. Tidak ada istilahnya untuk kontrol ya. Lebih kepada untuk monitoring," tambahnya.

Menurut Difi, dengan mengetahui berapa jumlah utang luar negeri kita terutama swasta. Maka BI pun dapat mengantisipasi kebijakan apa yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi yang terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com