JAKARTA, KOMPAS.com- Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsyad Sanusi menuding balik Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD juga melakukan pelanggaran kode etik sebagai seorang Hakim Konstitusi dan Ketua Lembaga itu. Alasannya, Mahfud pernah mengadakan pertemuan dengan salah satu Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto.
Saat itu, tepatnya tanggal 20 Oktober 2009, Mahfud MD menerima kedatangan Bibit bersama pengacaranya Bambang Widjojanto di rumahnya. Menurut Arsyad, saat itu Bibit dan Chandra M Hamzah sedang mengajukan gugatan uji materiil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Mereka hadir di sana. Ada bukti nyata, tanggal 20 Oktober 2009 itu permohonan perkara Bibit-Chandra sedang berjalan karena sudah diregistrasi tanggal 13 Oktober 2009 di registrasi, perkara sah kalau sudah masuk buku register perkara. Berarti sudah dalam keadaan berperkara, proses tingkah laku aturan konstitusi, tidak boleh menerima orang yang berperkara," paparnya, di Gedung DPR RI, Senin (28/06/2011).
Hal tersebut, lanjutnya cukup jelas menunjukkan Mahfud melanggar kode etik, bukan dirinya yang dianggap melanggar kode etik karena dituduh terlibat kasus Pilkada Bengkulu. Ia bahkan menuntut harusnya Mahfud mengundurkan diri akibat perbuatannya itu.
"Ketua MK harusnya kalau melanggar kode etik ya mengundurkan diri, itu namanya negarawan. Peraturan MK mengenai kode etik mengatur integritas, tidak boleh menerima orang yang berperkara. Siapa yang menjamin di pertemuan itu tidak membahas perkara," kata Arsyad.
Tak hanya Mahfud, Arsyad juga menuding Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Mukti Fadjar dan Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan sebagai seorang pengecut. Hal ini karena keduanya tahu mengenai pertemuan itu. "Waktu itu saya ngobrol dengan Pak Mukti. Apa jawabnya Mukti, permasalahan itu sudah lama ia tahu, itu sudah tahu, tapi saya katakan tidak punya bukti. Mukti tahu dan kemudian mengatakan ke Bagir Manan berjanji tidak akan membongkar karena tidak ada bukti. Saya katakan dua orang negarawan itu pengecut," katanya.
Di tengah rapat itu, Arsyad pun mengaku mengetahui kasus plain dalam tubuh MK yaitu proyek pengadaan buku di MK. Namun, ia tak mau beberkan karena kasihan terhadap pegawai yang terlibat dalam kasus itu. "Saya dengar selentingan kasus itu. Tapi saya tidak mau membukanya, kasihan pegawai-pegawainya. Saya kenal dengan pegawai yang terlibat. Kalau dibuka nanti jadi bulan-bulanan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.