Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemerintah Tak Bisa Diandalkan

Kompas.com - 23/06/2011, 04:33 WIB

Petani ini bercerita, istrinya berangkat melalui PJTKI di Jakarta, PT Sabrina Pramitha. Sesuai kontrak, Susianti dibeli sebagai budak oleh Saad Muhammad al-Syahroni. Namun, dalam perjalanannya, dia dipekerjakan di rumah adik Saad bernama Sofiah.

Tahun pertama bekerja, Susi tak bisa dikontak. Kiriman surat juga tak sampai. Saat itulah Bejo mulai gelisah dan mencari tahu lewat perusahaan. Bejo nekat ke Jakarta dengan modal uang Rp 3,5 juta hasil menjual sapinya. Namun, tanggapan yang didapat sungguh mengecewakan.

Tak mau menyerah, Bejo mengadu kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Apes, pengaduan Bejo hanya dicatat pada selembar kertas dan diminta bersabar karena ada ribuan TKI bermasalah yang lebih dulu mengadu.

Akhirnya, satu tahun berlalu tanpa kabar. Bejo nekat kembali ke Jakarta pada November 2010 dengan modal uang hasil menjual sapi milik keluarga mertua. Akan tetapi, uang Rp 4 juta itu pun habis tanpa hasil kecuali selembar formulir laporan yang kembali Bejo dapatkan dari petugas di BNP2TKI.

Sampai sekarang sudah empat sapi atau sekitar Rp 20 juta dihabiskan untuk mencari kejelasan nasib istrinya. Selama itu belum pernah sepeser uang pun terkirim dari Arab Saudi. Jangankan dapat rezeki, semua uangnya ludes, bahkan ia harus berutang.

Meminta bantuan ke lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga sudah dilakukan, tetapi belum membuahkan hasil. Setelah usaha ke sana-sini, Bejo berhasil menghubungi istrinya pada 2009. Namun, bukannya merasa lega karena mengetahui keadaan Susi baik, Bejo malah sedih. Pasalnya, Susi tak bisa pulang karena gajinya masih ditahan. Setelah negosiasi dengan majikan, disepakati Susi dibayar 600 riyal (sekitar Rp 1, 4 juta) per bulan dari kontrak 800 riyal per bulan.

Setelah semua pengorbanan yang mereka lalui, Minggu (19/6), istrinya mengabarkan gajinya belum cair, bahkan diserahkan oleh majikannya kepada polisi. Alasannya, polisi akan memberikan uang itu kepada Susi setelah ia mengurus dokumen resmi. Alamak, masalah apa lagi ini?

Yanto dan Bejo hanya contoh kecil perjuangan keluarga pahlawan devisa ini demi menyelamatkan nyawa yang berada di ujung petaka serta mencari keadilan. Di negeri penghasil buruh migran ini terdapat ribuan, bahkan jutaan, keluarga yang melakukan perjuangan serupa.

Lily Pujiati, koordinator Peduli Buruh Migran, sebuah LSM advokasi hukum dan kesehatan buruh migran, mengatakan, hampir setiap hari pihaknya menerima pengaduan dari buruh migran atau keluarganya. Dalam sebulan ada lebih dari 30 kasus. Terbanyak masalah penyiksaan, gaji tidak dibayar, dan pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh majikan.

Pada hampir semua kasus, buruh migran dan keluarganya berjuang sendiri mencari keadilan. Peran pemerintah hampir tidak terasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com