Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruyati dan Pemerintah yang Gagal....

Kompas.com - 19/06/2011, 17:20 WIB

Oleh Agustinus Yunastiawan

KOMPAS.com — Sabtu (18/6/2011) kemarin, bangsa Indonesia kembali berduka. Bukan karena bencana alam yang rutin menyambangi tanah Zamrud Khatulistiwa ini  atau karena ada tokoh besar negara ini meninggal, tapi karena Ruyati binti Satubi, seorang tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi, yang dieksekusi pancung.

Lebih tragis lagi, pihak Arab Saudi tidak memberitahukan mengenai kapan pelaksanaan eksekusi tersebut. Akibatnya, Pemerintah Indonesia mengecam hal tersebut dan berniat memanggil duta besar Arab Saudi untuk mengklarifikasi hal ini.

Tanggapan masyarakat kita sangat beragam dan yang paling sering muncul di sebuah forum dunia maya adalah hujatan terhadap Arab Saudi. Namun, penulis merasa tidak ada gunanya mengutuk Arab Saudi sekarang. Toh, akar permasalahan Ruyati dan ribuan buruh migran asal Indonesia lainnya tidak berada di jazirah Arab atau di Semenanjung Melayu, tapi di sini, di rumah kita sendiri.

Ada dua kegagalan Pemerintah Indonesia dalam kasus ini. Yang pertama adalah kegagalan diplomasi. Kesalahan memang tidak mutlak ditanggung oleh pemerintah. Pemerintah sudah berupaya untuk melobi Pemerintah Arab Saudi agar memberi pengampunan kepada Ruyati. Apalagi, tindakan yang dilakukan oleh Ruyati ini merupakan bagian dari upaya pembelaan diri.

Namun, tampaknya kasus ini agak terpinggirkan, mengingat ketika eksekusi terhadap Ruyati sudah dilaksanakan, barulah kita ribut sendiri. Ke depannya, mungkin kasus-kasus semacam ini perlu mendapat pengawalan ekstra dari pemerintah.

Ada banyak masalah yang harus ditangani oleh pemerintah, pun dalam urusan luar negeri. Namun, kita juga tidak berharap kasus Ruyati ini terulang lagi.

Emansipasi pedesaan

Kegagalan kedua adalah kegagalan dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Untuk permasalahan ini, penulis mencoba melihat dari sudut pandang perencanaan kota dan wilayah. Pola pembangunan yang terlalu bersandarkan pada growth pole theory membuat pertumbuhan hanya berpusat pada beberapa simpul pertumbuhan. Teori growth pole ini memandang pertumbuhan ekonomi memang harus dipusatkan demi efisiensi.

Setelah itu, daerah di sekitarnya diharapkan memperoleh rembesan (spill over) dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut. Namun, pada praktiknya, justru pusat-pusat pertumbuhan tersebut menghisap sumber daya yang luar biasa besar dari kawasan penyangga perkotaan (pedesaan dan periurban).

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nasional
    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    Nasional
    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Nasional
    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Nasional
    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    Nasional
    Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Nasional
    Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Nasional
    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Nasional
    Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

    Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

    Nasional
    Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

    Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

    Nasional
    Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

    Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

    Nasional
    CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

    CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

    Nasional
    PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

    PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com