Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tak Periksa Adang

Kompas.com - 14/06/2011, 03:06 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan mengandalkan keluarga untuk mencari Nunun Nurbaeti, buronan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. KPK juga mengesampingkan kemungkinan memeriksa suami Nunun, mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal (Purn) Adang Daradjatun, yang dianggap tahu persis keberadaan Nunun.

”Tidak ada rencana KPK memeriksa Adang Daradjatun,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Senin (13/6).

Menurut Johan, merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan keluarga berhak tidak memberitahukan keberadaan tersangka, yang berkaitan dengan keluarga suami, istri, atau anak, KPK juga tak mungkin menjerat Adang karena tak mau mengungkapkan keberadaan Nunun. ”Sekali lagi, kami tak mengandalkan keluarga, tetapi alangkah lebih baiknya sebagai warga negara yang baik bisa bekerja sama untuk menuntaskan kasus ini,” kata Johan.

Johan mengatakan, selama keluarga Nunun tidak tersangkut kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, mereka tak bisa dikenakan pasal menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi. ”Posisi Pak Adang sebagai keluarga tidak mau memberi tahu keberadaan istrinya dan itu di KUHAP dibenarkan,” katanya.

Adang Daradjatun, kini anggota Komisi III DPR, enggan menyebutkan secara pasti keberadaan istrinya, Nunun Nurbaeti. Adang tidak merasa khawatir istrinya akan dicari Interpol. ”Pokoknya dokter menyatakan, Ibu (Nunun) sakit di Singapura dan itu sudah dilaporkan secara resmi ke KPK. Ini saja yang dipegang. Mau berobat sampai Afrika Selatan, itu urusan Ibu,” ujar Adang saat ditanya apakah istrinya masih di Thailand atau Kamboja.

Adang juga membantah dugaan keluarganya memiliki kedekatan dengan mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra sehingga Nunun bisa aman berada di negara itu.

Meski demikian, Adang menyatakan siap dimintai keterangan oleh KPK terkait dengan Nunun selama hal itu dilakukan sesuai dengan hukum. Adang menambahkan, dalam persidangan perkara ini juga tidak ada terpidana yang menyebutkan bahwa Nunun telah memberikan cek perjalanan kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. ”Penyidik KPK juga sudah bilang siapa motivatornya. Namun, mengapa ibu tetap dikait-kaitkan? Ini konspirasi siapa?” tutur Adang.

Kerja sama

Terkait dengan keberadaan Nunun yang terakhir diketahui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kamboja, Johan mengatakan, KPK akan bekerja sama dengan badan antikorupsi negara itu untuk melacaknya. ”KPK sudah bertemu lembaga antikorupsi Kamboja. Kami akan berbagi informasi dengan mereka,” ujar Johan.

”Dari hasil informasi, yang di Kamboja itu sudah lama. Apakah yang bersangkutan masih ada di Kamboja, kami belum tahu,” kata Johan.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, kerja sama KPK dengan badan antikorupsi di luar negeri memburu Nunun diyakini tak akan efektif. Pada akhirnya, polisi negara tersebut yang harus menangkap. Namun, Hikmahanto tak yakin mereka mau melakukan perintah dari KPK untuk menangkap Nunun. ”Mereka bekerja karena pajak negaranya, bukan pajak orang Indonesia. Ada keengganan pasti,” katanya.

Menurut dia, yang lebih efektif adalah KPK menyewa penyelidik swasta yang memiliki jaringan internasional. Penyelidik atau detektif swasta lazim dipakai aparat hukum sebuah negara melokalisasi aset yang dilarikan koruptor. ”Ini saya pikir lebih efektif karena penyelidik swasta ini tak terikat birokrasi negara mana pun. Kalau sudah diketahui, mereka memberi tahu KPK, yang akan meneruskannya ke Kementerian Luar Negeri agar negara tempat Nunun tinggal mengambil tindakan,” katanya.(BIL/NWO/INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com