Jakarta, kompas -
Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah menyatakan hal itu di Jakarta, Minggu (12/6). KPK Jumat lalu memanggil Nazaruddin untuk dimintai ke-
”Pengurus Partai Demokrat yang bertemu Nazaruddin punya kewajiban menyampaikan keberadaan Nazaruddin. Pertanggungjawaban hukum ada di KPK untuk memastikan Nazaruddin pulang ke Indonesia dan diperiksa. Tetapi, pertanggungjawaban etis dan komitmen pemberantasan korupsi ada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Demokrat,” kata Febri Diansyah.
Menurut Febri Diansyah, meski Nazaruddin masih berstatus sebagai saksi, pihak yang mengetahui keberadaannya harus menyampaikan informasi itu kepada KPK. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan upaya menghalangi pemeriksaan terhadap saksi juga bisa dipidana.
Namun, Juru Bicara KPK Johan Budi mengakui, belum perlu memeriksa pengurus Demokrat yang sempat bertemu Nazaruddin di Singapura. KPK tak sembarangan memanggil seseorang, terlebih jika tak berhubungan langsung dengan materi perkara yang ditangani.
Johan menuturkan, KPK akan menunggu pemanggilan kedua bagi Nazaruddin terkait dengan dugaan korupsi di Kemdiknas. ”Kami juga menunggu kehadiran Nazaruddin pada panggilan Senin ini,” katanya.
Di Jakarta, Minggu, Denny JA dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menerangkan, sebagian besar warga percaya jika petinggi Demokrat terlibat dalam dugaan korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menyeret Nazaruddin. Data ini sesuai hasil survei LSI pada 1-7 Juni.
Kasus yang membelit Nazaruddin, kata Denny, meruntuhkan dalam waktu sekejap kepercayaan rakyat kepada Demokrat. ”Kalau proses hukum segera dilaksanakan, posisi Demokrat akan lebih enak,” katanya. Dari analisis LSI, publik ingin tahu kenapa Nazaruddin terlihat berkuasa di Demokrat.