SUKABUMI, KOMPAS -
”Penertiban warung di Taman Wisata Alam Sukawayana ini tidak bisa frontal, tetapi harus dikaji secara matang karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak,” kata Akhmad Jajuli, Ketua Tim Penataan dan Penertiban Warung (TPPW) Taman Wisata Alam Sukawayana, Jumat (10/6) di Palabuhanratu.
Menurut dia, kematangan persiapan itu diperlukan terkait dengan mata pencarian para pedagang yang sudah telanjur menyandarkan hidup di sana selama bertahun-tahun. Persiapan penertiban, antara lain menyangkut jadwal kegiatan, sosialisasi, pembongkaran sekaligus penataan warung, dan relokasi.
Kawasan hutan Sukawayana ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1991 dengan luas 46,50 hektar. Seluas 16 hektar di antaranya terletak di tepi pantai dan dianggap memiliki potensi wisata. Kawasan ini berisi beberapa jenis pohon dataran rendah, seperti bayur, kondang, teureup, beunying, anggrit, dan renggas. Adapun satwa yang menghuni, antara lain kera, lutung, beberapa jenis burung, dan biawak.
Pada konteks lain, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam mengusulkan 49.195 hektar kawasan hutan yang berdampak penting, luas, dan strategis bagi ekosistem di wilayahnya diubah menjadi area permukiman dan ekonomi. ”Dari kawasan yang akan dilepas itu termasuk sebagian Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai,” ujar Nur Alam di Kendari, Jumat.