Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Kejanggalan Vonis Bebas Agusrin

Kompas.com - 05/06/2011, 17:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Syarifuddin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu dikenal sebagai hakim yang kerap meloloskan para terdakwa korupsi. Salah satunya, perkara korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas terdakwa Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin.

Di dalam kasus ini, Agusrin divonis bebas pada 24 Mei 2011 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai hakim Syarifuddin. Indonesia Corruption Watch (ICW) mensinyalir putusan hakim telah ternoda oleh praktik mafia peradilan.

"Vonis ini benar-benar mencabik rasa keadilan bagi publik. Hakim seolah mengabaikan fakta-fakta hukum yang disajikan oleh jaksa penuntut umum di dalam persidangan. Di titik ini, publik curiga adanya praktik mafia peradilan," ujar Peneliti ICW, Donal Fariz, Minggu (5/6/2011) di kantor ICW, Jakarta.

Atas kejanggalan ini, ICW menelusuri dan mengumpulkan data terkait vonis tersebut. Hasilnya, ada 12 kejanggalan yang ditemukan dalam vonis bebas kader Demokrat tersebut. Ke-12 kejanggalan itu sebagai berikut:

  1. Putusan terdahulu atas nama Chairuddin (Kadispenda Provinsi Bengkulu) di PN Bengkulu terkait keterlibatan Gubernur dan kerja sama untuk membuka rekening khusus di Bank BRI Bengkulu tidak dijadikan pertimbangan hakim. Padahal, perbuatan Agusrin dan Charuddin diyakini secara bersama-sama melawan hukum dan bersama-sama telah merugikan keuangan negara.
  2. Keterangan ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam hal perhitungan kerugian negara sama sekali tidak dijadikan pertimbangan hakim. Padahal, hasil perhitungan BPK nomor 65/S/I-XV/07/2007 tanggal 30 Juli 2007 menunjukkan adanya kerugian negara dalam kasus itu, yakni Rp 20.162.974.300.
  3. Saksi-saksi yang memberatkan terdakwa sering kali dicecar, bahkan seolah dipojokkan, hakim di dalam persidangan.
  4. Terdakwa Gubernur Bengkulu melakukan pengerahan masa dalam proses persidangan, yang disinyalir merupakan upaya untuk mengintimidasi.
  5. Bukti surat asli nomor 900/2228/DPD.I tanggal 22 Maret 2006, yang ditandatangani oleh Agusrin tidak dijadikan pertimbangan hakim. Justru tanda tangan Agusrin yang dipindai oleh Chairuddin dijadikan dasar oleh hakim untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan jaksa penuntut umum. Hakim beralasan bahwa surat Agusrin dipalsukan, padahal jaksa penuntut dapat menunjukkan surat asli yang ditandatangani terdakwa.
  6. Bukti surat asli yang ditandatangani jaksa penuntut sering dipotong oleh Hakim "S" pada saat melakukan upaya pembuktian. Hakim "S" terkesan marah dan memotong penjelasan jaksa penuntut dengan suara keras. Jaksa penuntut pernah mengajukan protes kepada majelis hakim terkait hal ini.
  7. Bukti foto tumpukan uang yang diterima oleh ajudan Gubernur yang tidak diperhitungkan oleh hakim. Foto itu diambil oleh Chairuddin yang menunjukkan bahwa ajudan Agusrin, Nuim Hayat, menerima uang dari yang bersangkutan di BRI Kramat Raya.
  8. Adanya bukti dana penyertaan modal dari PT Bengkulu Mandiri (BUMD) kepada perusahaan swasta yang kemudian dikembalikan ke kas daerah sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Padahal, ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka bermufakat untuk menarik Rp 9.179.846.000 dengan peruntukan Rp 2.000.000.000 membangun pabrik CPO PT SBM, dan sisanya, Rp 7.179.846.000, digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. Dana penyertaan modal itu bersumber dari rekening PBB dan BPHTB.
  9. Terdakwa menyetujui modus menutupi temuan penyimpangan BPK sebesar Rp 21,3 miliar dengan cara melakukan investasi saham melalui PT Bengkulu Mandiri kepada PT SBM dan PT BBN. Persetujuan itu diambil dalam rapat yang dipimpin terdakwa di Gedung Daerah pada tanggal 6 Mei 2007.
  10. Terdakwa melakukan proses pengembalian dana secara fiktif pascatemuan penyimpangan oleh BPK terhadap dana bagi hasil PBB/BPHTB. Modusnya, dengan membuat bukti pertanggungjawaban seolah-olah ada pembelian steam boiler seharga Rp 4,5 miliar.
  11. Pengadilan negeri belum menyerahkan putusan kepada jaksa penuntut umum sehingga ia kesulitan membuat memori kasasi.
  12. Hakim "S" tertangkap tangan dalam dugaan suap perkara pailit PT Sky Camping Indonesia (PT SCI). Hal ini menguatkan kecurigaan adanya praktik mafia hukum dalam kasus Agusrin.

"Dugaan adanya praktik mafia hukum ini karena tindakan hakim di luar kewajaran dalam proses-proses persidangan. Selain itu, KPK menyita sejumlah uang, dalam bentuk mata uang asing, yang patut dicurigai, dari perkara-perkara yang pernah ditangani Hakim Syarifuddin," ujar peneliti ICW, Tama S Langkun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com