Jakarta, Kompas
Hal itu diungkapkan Kepala Staf TNI AL Laksamana Soeparno dalam pembukaan diskusi dengan pejabat maritim/bahari di Jakarta, Rabu (1/6). ”Sudah saatnya, kita menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki kemampuan dan jati diri untuk melindungi diri bangsanya di mana pun berada,” kata Soeparno.
Mengacu pada Konvensi tentang Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982, kapal berbendera Indonesia yang sedang berada di luar wilayah perairan teritorial NKRI harus diperlakukan sebagai bagian dari perwakilan RI dalam wujud terapung.
Oleh karena itu, menurut Soeparno, negara harus mau dan mampu menyikapi serta melindungi, seperti halnya melindungi bagian dari wilayah negara. TNI AL sebagai garda terdepan wajib ikut berperan mempertahankan wilayah NKRI dari berbagai kemungkinan ancaman.
Soeparno menambahkan, pertemuan masyarakat bahari untuk menentukan langkah-langkah terbaik ke depan dalam mengatasi setiap ancaman terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia menjadi momentum penting.
”Saya berharap pertemuan ini akan menjadi tonggak pertama dalam menyikapi tantangan tugas pada masa mendatang, khususnya di bidang kemaritiman. Marilah kita kembali meraih kejayaan maritim bangsa sebagaimana yang terjadi dalam sejarah Nusantara pada zaman Sriwijaya,” kata Soeparno.
Dalam diskusi, Komandan Gugus Tempur Laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Danguspurlabar) Laksamana Pertama Achmad Taufiqoerohman mengatakan, setelah membebaskan kapal MV Sinar Kudus yang dirompak, kapal dan pasukan TNI AL sebenarnya juga ikut membantu menyelamatkan sebuah kapal tanker yang akan dibajak di perairan Somalia.
”Kami mendengar dari radio di kapal bahwa ada kapal tanker yang hendak dibajak,” kata Achmad. Dari informasi itu, kapal TNI AL berupaya membantu menyelamatkan kapal tersebut sehingga kapal tanker itu tidak berhasil dibajak.