Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendro: SMS Fitnah Bentuk Serangan Baru

Kompas.com - 31/05/2011, 18:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono menilai kiriman SMS fitnah dari seseorang yang mengaku sebagai M Nazaruddin merupakan salah satu bentuk serangan baru bagi pemerintah.

Sebelumnya, lanjut Hendro, serangan kepada pemerintah sering dilakukan berupa serangan fisik bersifat simetris dengan tindakan kekerasan, tetapi kini berubah menjadi bentuk asimetris yang abstrak.

"Sekarang telah beralih ke perang asimetris, di mana kita tidak tahu dari mana asal muasalnya, entah dari dalam atau dari luar, dan bersifat abstrak sehingga yang muncul adalah perang urat saraf atau psychological warface (psywar). Dan jelas sekali SMS itu telah menggiring opini sehingga menimbulkan suatu kebencian kepada pemerintahan saat ini," ujar Hendropriyono dalam diskusi bertajuk "Ancaman Keamanan Nasional Negara" di Hotel Millennium, Jakarta, Selasa (31/5/2011).

Karena itu, Hendro mengharapkan agar pengambil kebijakan, baik dari kalangan sipil maupun militer, perlu memahami jenis-jenis ancaman baru tersebut. Selain itu, aparat keamanan juga harus berani menerapkan metode yang paling tepat untuk menangkalnya.

"Jadi, dengan kata lain, pemahaman baru itu perlu berpijak pada model yang juga baru bagi aparat penegak hukum. Karena sekarang perang ini telah berubah ke perang abstrak, intelijen seharusnya memainkan peranan penting untuk mengatasi kasus ini," jelasnya.

Jika ingin menindaklanjuti siapa pengirim SMS tersebut, menurut Hendro, hal itu tidak harus dengan pengerahan polisi secara besar-besaran. Cukup dengan operasi intelijen berpendekatan cerdas yang dibatasi oleh undang-undang yang sudah berlaku.

"Cerdas di sini, misalnya, dengan cara kirim SMS lagi biar membingungkan. Tetapi tidak bisa hitam dan putih, karena kalau mau meng-counter sesuatu, intelijen yang cerdas itu harus kelabu. Jadi, ketika ada yang tidak benar, itu jangan langsung dibantah, sedikit dibelokkan saja, dan itu harus banyak agar memunculkan persepsi bahwa pemberitaan itu tidak jelas," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pesan singkat atas nama Nazaruddin menggunakan nomor telepon dengan kode wilayah Singapura, yaitu +6584393xxx. Orang yang mengaku Nazaruddin tersebut menyatakan akan membalas dendam dari Singapura karena merasa dikorbankan oleh Partai Demokrat.

Pesan itu juga menyebut nama para petinggi Demokrat, seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Andi Nurpati.

Presiden Yudhoyono menyebut pihak yang menyebarkan SMS itu sebagai orang yang pengecut, tidak ksatria, dan tidak bertanggung jawab. Perilaku seperti itu, kata Presiden, adalah perilaku yang menghancurkan bangsa Indonesia. Polri juga telah mengambil sikap dalam kasus tersebut.

Kemarin, Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Matius Salempang mengatakan, pihaknya telah membentuk tim untuk menyelidiki kasus itu. Saat ini penyidik tengah mencari orang yang menerima SMS langsung dari nomor +65xxx atau nomor Singapura.

Matius menjelaskan, penyidik tidak bisa menyelidiki berdasarkan barang bukti pesan yang beredar luas di kalangan wartawan, Twitter, ataupun BlackBerry Messenger. "Kami proaktif mencari sumbernya ini dari mana," kata Matius di Mabes Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Nasional
    KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

    KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

    Nasional
    Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

    Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

    Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

    Nasional
    DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

    DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

    Nasional
    Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

    Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

    Nasional
    Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

    Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

    Nasional
    Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

    Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

    PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

    Nasional
    PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

    PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

    KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

    Nasional
    Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

    Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

    Nasional
    Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

    Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

    Nasional
    Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

    Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

    Nasional
    Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

    Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com