JAKARTA, KOMPAS.com — Imparsial mendesak pemerintah agar memperkuat peran dan kewenangan lembaga pengawas eksternal Polri, yakni Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), melalui revisi Undang-Undang Polisi Nomor 2 Tahun 2002.
Direktur Program Imparsial Al A'raf menilai, penguatan Kompolnas perlu dilakukan guna mewujudkan institusi kepolisian yang profesional. Pasalnya, selama ini pengawasan internal yang dimiliki Polri dinilai tidak cukup. "Pengawasan internal tidak cukup karena Polri cenderung memelihara oknumnya yang melakukan pelanggaran, tidak efektif, sehingga perlu pengawasan eksternal dari Kompolnas," kata Al A'raf dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (29/5/2011).
Menurut Al A'raf, selama ini pengawasan terhadap institusi Polri, baik yang bersifat internal Polri maupun eksternal, melalui Kompolnas belum maksimal, tidak efektif, dan lemah. Hal tersebut kemudian berkontribusi pada penyimpangan yang dilakukan anggota Polri.
Ia melanjutkan, upaya penghukuman terhadap aparat yang menyimpang juga dinilai tidak tegas dan cenderung diskriminatif. "Impunitas terjadi pada petinggi-petinggi Polri. Padahal, atasanlah yang lebih bertanggung jawab, tetapi cenderung dapat impunitas. Hanya bawahan-bawahan saja yang diproses," ungkapnya.
Selama hampir tiga belas tahun reformasi Polri, lanjut Al A'raf, tidak ada kemajuan berarti dalam mewujudkan polisi yang profesional, tidak militeristik, dan tidak korup. Berdasarkan catatan imparsial, sepanjang 2005-2010 terdapat 135 kasus brutalitas yang dilakukan Polri dan 154 kasus salah tangkap.
Al A'raf juga memaparkan, berdasarkan survei Transparency International pada 2008, institusi Polri menempati posisi sebagai institusi terkorup dengan indeks suap mencapai 48 persen. "Berdasarkan catatan ICW (Indonesia Corruption Watch), terdapat 145 tunggakan kasus korupsi yang seharusnya diselesaikan Polri pada 2010," tambahnya.
Karena itulah, selain mendesak penguatan Kompolnas, Imparsial juga mendesak perubahan UU No 2/2002 tentang Polri dan revisi KUHAP, terutama yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Polri dalam sistem peradilan pidana. Selain itu, juga perubahan struktur dan kedudukan Polri.
Polisi, lanjut Al A'raf, seharusnya tidak lagi di bawah presiden. "Hal itu untuk menjauhkan Polri dari masalah politik dan menghindari politisasi," katanya.
Imparsial juga mendesak perbaikan terkait pendidikan, perekrutan, dan proses promosi Polri. Menurut Al A'raf, lingkaran masalah di tubuh Polri dimulai dari perekrutan yang tidak bersih. "Ada persepsi bahwa polisi ujung-ujungnya duit. Ini karena proses perekrutan di kepolisian melalui suap-menyuap. Meskipun sulit dibuktikan, ini persoalan sendiri yang harus diperbaiki," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.