Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ideologi Pancasila Bukan Frasa Mati

Kompas.com - 27/05/2011, 02:53 WIB

Oleh BAMBANG SETIAWAN

Kosongnya ideologi kenegaraan sepanjang 13 tahun belakangan ini merupakan kelengahan rezim yang membuat pergantian orde sebetulnya tidak pernah terjadi. Reformasi tidak menancapkan ”patok” baru di pergantian reformasi yang memberi makna baru dan substansial pada ideologi negara, yaitu Pancasila.

Gerakan reformasi dan kepemimpinan politik baru tidak merumuskan dengan serius pijakan baru yang dapat mengikat semua unsur kekuatan menjadi satu.

Setelah lengsernya Soeharto, konsolidasi demokrasi hanya bertahan sesaat. Terbukanya kebebasan politik tanpa kepemimpinan kuat dengan seketika memecah kekuatan reformis menjadi kelompok-kelompok kepentingan baru, tanpa sempat mengguratkan ancang-ancang tentang Indonesia masa depan.

Demokrasi pada akhirnya semata sebagai alat meraih kekuasaan karena memang tidak ada tujuan bersama yang disepakati sebelumnya. Para kepala negara yang kemudian terpilih pun seolah sekadar menjalani tugas-tugas pemerintahan tanpa menyentuh esensi dari kehidupan bernegara, yaitu mengarahkan masyarakat pada satu tujuan bersama.

Tiadanya tujuan bersama merupakan persoalan besar bagi ideologi negara, seperti diungkapkan John B Thompson (1984), ”Fungsi dasar ideologi adalah menjadi mediasi dan penyatu untuk mengonsolidasikan dan mengeratkan”. Karena itu, menurut Paul Ricoeur (1981), ideologi tidak hanya untuk menyebarkan keyakinan para pendirinya, tetapi juga menjadikannya sebagai keyakinan bagi seluruh kelompok.

Sebetulnya melalui pemilu masyarakat berharap terjadi perubahan besar, tidak hanya dalam sosok kepemimpinan, tetapi juga lebih pada rancangan apa yang ditawarkan pemimpin baru sebagai landasan bersama.

Sayangnya, arah yang ditawarkan kian mengabur seiring waktu. Gambaran ini bisa ditangkap dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas selama beberapa tahun belakangan.

Pada Pemilu 2009, masyarakat seolah-olah melihat arah yang dituju semakin jelas. Namun, pada tahun-tahun berikutnya makin tampak bahwa sesungguhnya tidak ada kejelasan yang dapat dibaca. Menjelang pemilu, ada kesan seolah-olah pemerintah akan serius menerapkan ideologi Pancasila ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi pada tahun-tahun berikutnya mulai terjadi gradasi penurunan keseriusan (lihat grafik). Dengan demikian, membangun ideologi tak lebih dari ”proyek” sesaat daripada membangun gagasan yang oleh Cornelis Castoriadis (1975) disebut sebagai imajinasi sosial.

Kosongnya atau melemahnya ideologi negara menciptakan ruang bagi aneka kelompok sosial untuk berlomba mengedepankan ideologi mereka sendiri. Kelompok-kelompok yang memiliki tujuan dan ideologi tertentu kian memperluas pengaruh mereka ketika negara menjadi no man’s land, tak bertuan. Munculnya aneka kelompok garis keras yang mencoba mendesakkan ideologi mereka ke ranah negara menjadi fenomena kian kasatmata, termasuk upaya kelompok Negara Islam Indonesia yang ditengarai sedang menghimpun kekuatan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com