JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi kini mengupayakan untuk mengekstradisi tersangka kasus dugaan suap cek perjalanan, Nunun Nurbaeti, yang diduga berada di luar negeri. Di mana Nunun berada?
Pengacara Nunun, Ina Rahman, saat diminta konfirmasi oleh Kompas.com, Senin (23/5/2011), mengatakan, dirinya pun tak tahu pasti, Nunun berada di Tanah Air atau di luar negeri. Menurut dia, hanya keluarga yang tahu di mana Nunun berada.
"Pihak keluarga yang tahu, tim kuasa hukum tidak diberi tahu dan tidak ingin tahu. Kami hanya ingin tahu kondisi Ibu (Nunun) bagaimana," kata Ina.
Menurut informasi yang diterimanya dari pihak keluarga, kondisi Nunun masih dalam keadaan sakit. "Saya pasrahkan ke keluarga, mengingat kondisi Ibu, apakah logis atau enggak bicara ke Ibu. Informasi terakhir, masih sakit. Kalau gejala alzheimer kan tidak bisa seketika sembuh," ujarnya.
Kondisi Nunun, lanjut Ina, juga sudah diinformasikan kepada KPK dengan surat keterangan dokter. Seperti diketahui, sejak dipanggil untuk bersaksi oleh KPK terkait kasus yang menjerat 26 anggota Komisi IX DPR 1999-2004, Nunun belum pernah memenuhi panggilan KPK dengan alasan tengah menderita sakit lupa berat.
Sebelumnya, Ina mengaku belum mengetahui status tersangka yang telah ditetapkan KPK terhadap kliennya. Status terbaru Nunun ini disampaikan Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR hari ini. Menurut Busyro, penetapan istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun sebagai tersangka itu diputuskan dalam rapat pimpinan KPK.
"Setelah didengarkan bersama-sama, pimpinan, direktur, deputi, satgas terkait, sudah sangat rapi, maka kami telah menetapkan bahwa Ibu Nunun Nurbaeti telah kami tetapkan sebagai tersangka," kata Busyro.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, Nunun dijerat dengan pasal penyuapan.
"Pasal 5 Ayat (1) Huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Johan Budi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/5/2011).
Dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf b UU Tipikor disebutkan bahwa setiap orang yang memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan dalam jabatannya, diancam tindak pidana kurungan maksimal lima tahun penjara.
"Yang bersangkutan diduga memberi sesuatu kepada anggota DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan DGS BI," lanjut Johan.
Sementara itu, dalam Pasal 13 disebutkan, setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan si pegawai diancam hukuman maksimal tiga tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.